Thursday, October 16, 2025
home_banner_first
OPINI

Good Governance, Kunci Kemajuan Desa

Mistar.idRabu, 15 Oktober 2025 20.11
LM
good_governance_kunci_kemajuan_desa

news_banner

Oleh: Andre Dosdy Ananta Saragih, S.H

Desa bukan sekadar wilayah administratif di peta Indonesia. Ia adalah jantung kehidupan sosial dan budaya bangsa, tempat nilai-nilai gotong royong, solidaritas, dan kemandirian tumbuh sejak lama.

Bahkan jauh sebelum proklamasi kemerdekaan, entitas seperti desa, nagari, atau marga sudah menjadi bentuk pemerintahan otonom yang diakui keberadaannya oleh negara.

Namun, seiring bergulirnya reformasi dan desentralisasi, desa kini memikul beban baru, yakni mengelola dana besar dan melaksanakan pemerintahan secara modern.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa menjadi tonggak penting bagi kemandirian desa. Tetapi, di balik peluang itu, muncul tantangan besar: apakah desa siap mengelola kekuasaan dan dana dengan prinsip good governance?

Ujian di Era Dana Desa

Pemerintah telah mengalokasikan sekitar 10% dari APBN untuk program dana desa. Angka yang fantastis ini diharapkan mampu mempercepat pembangunan dan pemerataan ekonomi di tingkat akar rumput. Namun, realitas di lapangan tak selalu seindah rencana.

Kita sering mendengar berita tentang penyimpangan dana, proyek tak selesai, hingga konflik kepentingan di pemerintahan desa. Padahal, semangat utama dari kebijakan ini bukan sekadar pembangunan fisik, tetapi pembangunan manusia — membangun kepercayaan dan integritas aparat desa.

Tanpa tata kelola yang transparan dan akuntabel, dana besar justru bisa menjadi jebakan. Desa berisiko terjerumus dalam praktik korupsi kecil yang dampaknya besar bagi masyarakat.

Good Governance sebagai Pondasi

Inilah pentingnya good governance. Konsep ini bukan jargon akademik, melainkan prinsip hidup dalam tata pemerintahan: akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat, dan keadilan.

Pemerintah desa tidak bisa bekerja sendiri. Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi pembangunan.

Keterbukaan informasi publik, misalnya, bisa menjadi benteng awal untuk mencegah penyimpangan. Setiap keputusan penggunaan anggaran harus bisa dipertanggungjawabkan, baik kepada pemerintah pusat maupun kepada warga desa sendiri.

Lebih dari itu, good governance bukan hanya soal prosedur, tetapi soal karakter. Kepala desa dan aparatnya harus memandang jabatan sebagai amanah, bukan alat kekuasaan.

Membangun dari Pinggiran, Bukan Sekadar Slogan

Pemerintahan desa yang kuat dan berintegritas adalah pondasi utama pembangunan nasional. Presiden Joko Widodo sering menegaskan pentingnya “membangun Indonesia dari pinggiran.” Namun, membangun dari pinggiran tak berarti hanya menyalurkan dana, melainkan juga menumbuhkan kesadaran tata kelola yang baik di tingkat lokal.

Desa perlu menjadi contoh bagaimana kekuasaan dijalankan dengan jujur dan bijak. Dalam konteks inilah good governance bukan lagi pilihan, tetapi keharusan.

Jika pemerintah desa mampu menjalankan prinsip-prinsip tersebut, maka dana besar bukan lagi sumber masalah, melainkan kunci kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa.

Kesimpulannya, good governance adalah jalan menuju desa yang berdaya dan bermartabat. Ia bukan sekadar konsep administratif, melainkan refleksi moral bahwa kekuasaan harus dijalankan dengan kejujuran, keterbukaan, dan tanggung jawab kepada rakyat. Karena sejatinya, membangun desa yang baik berarti membangun masa depan Indonesia yang lebih adil dan berkeadaban.(*)

Penulis adalah seorang praktisi hukum di Kota Pematangsiantar

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN