Wakil Ketua DPRD Sumut Desak Pemerintah Tuntaskan Konflik Lahan HGU PTPN

Wakil Ketua DPRD Sumut, Ihwan Ritonga soroti HGU PTPN yang menimbulkan konflik (f:ari/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara (Sumut), Ihwan Ritonga, meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan persoalan lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU) yang selama ini dikuasai PTPN dan menimbulkan konflik di berbagai wilayah di Sumut.
Politisi Partai Gerindra itu menegaskan, lahan HGU merupakan aset negara yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, terutama dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
“Lahan HGU ini dulunya diberikan oleh negara kepada PTPN. Sekarang, Presiden meminta agar lahan-lahan yang tidak lagi produktif dimanfaatkan untuk ketahanan pangan. Maka harus ada solusi yang adil dan berpihak kepada masyarakat,” ujar Ihwan saat diwawancarai Mistar, Kamis (29/5/2025).
Mantan Wakil Ketua DPRD Medan itu juga menyoroti persoalan harga dalam proses pelepasan lahan yang dinilai terlalu tinggi oleh masyarakat.
“Seharusnya harga itu bisa disanggah. Masih ada ruang untuk negosiasi dan kajian ulang oleh tim lintas instansi. Warga yang keberatan bisa mengajukan surat resmi kepada tim yang menangani hal tersebut,” jelasnya.
Ihwan juga menyoroti peran mafia tanah yang disebutnya sebagai aktor utama dalam berbagai konflik agraria di Sumut.
“Mafia tanah memainkan peran besar dalam memperumit masalah. Mereka mengatur harga, mengklaim lahan secara ilegal, bahkan memalsukan dokumen. Harus dibentuk satuan tugas independen untuk memberantas ini,” tegas Ketua DPC Gerindra Medan itu.
Ia menyinggung kasus di Binjai, di mana tanah bekas milik kesultanan dialihkan menjadi HGU pasca kemerdekaan. Namun dalam perkembangannya, muncul klaim baru yang diduga kuat digerakkan oleh mafia tanah.
“Di sana ada lahan bekas milik kesultanan yang pasca kemerdekaan berubah jadi HGU PTPN. Tapi sekarang malah muncul klaim baru yang diduga dimainkan oleh jaringan mafia. Ini tidak bisa dibiarkan,” katanya.
Lebih lanjut, Ihwan menyebut bahwa sekitar 70 persen masyarakat penggarap sebenarnya telah memahami prosedur legalisasi dan memiliki bukti penguasaan fisik.
“Banyak dari mereka belum menyelesaikan proses administratif, seperti pembayaran Surat Persetujuan Setoran (SPS),” imbuhnya.
Ihwan mendorong semua pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, BPN, Kejaksaan, dan DPRD, untuk bersinergi menciptakan solusi yang berpihak kepada rakyat serta menutup celah permainan oknum yang memanfaatkan kerentanan hukum dalam sengketa pertanahan. (ari/hm17)