Tuesday, September 23, 2025
home_banner_first
MEDAN

Ribuan Siswa Keracunan MBG, FKBI Temukan Kegagalan Standar Keamanan Pangan

Selasa, 23 September 2025 11.54
ribuan_siswa_keracunan_mbg_fkbi_temukan_kegagalan_standar_keamanan_pangan

Siswa-siswi Sekolah Dasar di Medan mendapatkan manfaat program MBG (Foto: Susan/Mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi menyampaikan keprihatinannya atas insiden keracunan makanan yang menimpa ribuan siswa penerima manfaat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai wilayah Indonesia.

"FKBI mencatat lebih dari 4.000 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan dengan temuan kontaminasi bakteri escherichia coli pada beberapa sampel makanan MBG sejak awal 2025," ujarnya melalui keterangan tertulis kepada Mistar, Selasa (21/9/2025).

Menurut Tulus, keracunan makanan bukan sekadar kegagalan operasional, melainkan cerminan dari lemahnya sistem perlindungan konsumen anak, dalam program sosial berskala nasional.

Dijelaskan Tulus, FKBI menemukan beberapa kegagalan sistemik dalam standar keamanan pangan. Pertama, sejumlah dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tidak memenuhi standar kebersihan minimum.

“Kedua, proses penyiapan makanan dilakukan di lantai, tanpa alat penangkal serangga, serta dengan jeda distribusi yang terlalu panjang. Ketiga, tidak tersedia data publik mengenai vendor MBG, hasil audit dapur, maupun uji laboratorium makanan,” tuturnya.

Tulus juga mengatakan terdapat dugaan 5.000 dapur MBG adalah fiktif. Kemudian mekanisme pelaporan insiden dan pemulihan korban tidak terstruktur, tidak inklusif, tidak melibatkan komunitas sekolah dan anak tidak mendapatkan perlindungan keamanan, informasi, kompensasi.

Oleh sebab itu, FKBI meminta pemerintah dan Badan Gizi Nasional melakukan beberapa hal berikut. Pertama meminta agar seluruh penyedia makanan MBG diaudit secara independen dan hasilnya dipublikasikan secara terbuka;

“Kedua skema ganti rugi dan pemulihan korban, sehingga pemerintah wajib menyediakan kompensasi medis, psikologis, dan hukum bagi siswa terdampak dan keluarganya. Ketiga libatkan komunitas sekolah, organisasi orang tua, dan lembaga perlindungan anak dalam pengawasan partisipatif,” ucapnya.

Keempat adalah penerapan sistem pelaporan berbasis komunitas dan early warning system untuk deteksi dini dan respons cepat. Kelima penyusunan standar operasional prosedur terbuka dan partisipatif evaluasi model distribusi. (berry/hm20)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN