Thursday, August 7, 2025
home_banner_first
MEDAN

Pengibaran Bendera One Piece Dinilai sebagai Kritik Sosial, Guntur: Harus Didengarkan

journalist-avatar-top
Kamis, 7 Agustus 2025 16.12
pengibaran_bendera_one_piece_dinilai_sebagai_kritik_sosial_guntur_harus_didengarkan

Ilustrasi bendera one piece. (foto:istimewa/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Pengibaran bendera bajak laut One Piece yang marak menjelang Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2025 menarik perhatian berbagai kalangan.

Gerakan Untuk Rakyat (Guntur) turut merespons fenomena ini dengan menyelenggarakan diskusi publik di Kota Medan.

Diskusi tersebut diikuti puluhan anak muda dan mahasiswa, khususnya dari Kota Medan. Para pembicara dalam diskusi sepakat bahwa pengibaran bendera tersebut merupakan bentuk ekspresi politik dan simbol protes terhadap kondisi sosial saat ini. Mereka menilai, tindakan itu mencerminkan kekecewaan terhadap negara yang seharusnya didengar, bukan dibungkam.

Salah satu pembicara, Johannes Tamba, sarjana antropologi dari Universitas Sumatera Utara (USU) menyatakan jika simbol bendera bajak laut hanyalah media. Namun, maknanya jauh lebih penting.

“Di balik selembar kain bergambar tengkorak, ada suara yang ingin didengar, ada kekecewaan yang ingin disampaikan, dan ada bentuk partisipasi politik yang perlu kita pahami,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Mistar, Kamis (7/8/2025).

Hal senada diungkapkan Fikri Mubarok, sarjana sastra dari USU. Ia menilai penggunaan simbol bajak laut muncul ketika ruang demokrasi semakin sempit dan suara rakyat kian dibungkam.

“Generasi muda dianggap remeh. Kita dihadapkan pada pilihan tenggelam dalam kepasrahan atau bangkit dengan kesadaran,” tuturnya.

Menurut Fikri, simbol, sastra, dan imajinasi bukanlah pelarian, melainkan senjata paling senyap namun tajam dalam menggugat zaman. “Jangan pasrah. Perubahan besar selalu dimulai dari kesadaran kecil yang ditulis, dibaca, dan dihidupi bersama,” katanya.

“Kita mungkin tak punya kekuasaan, tapi kita punya makna. Dan makna adalah bentuk paling radikal dari keberanian,” tuturnya.

Diskusi juga menghadirkan Attala Darmawan, sarjana sejarah sekaligus penggemar serial One Piece, dan Yoel Sihombing, mahasiswa hukum serta Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) USU.

Para pembicara sepakat mengajak generasi muda untuk tidak takut berekspresi demi kemajuan bangsa. Mereka menegaskan bahwa kritik dan suara rakyat harus menjadi perhatian pemerintah, bukan ditekan. (susan/hm16)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN