Makna Kemerdekaan Menurut KontraS Sumut

Ilustrasi kemerdekaan Indonesia. (foto: internet/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut) menyebut kemerdekaan sejati tidak hanya diukur dari pembangunan fisik atau kekuatan militer, melainkan juga pemenuhan hak-hak dasar warga negara.
Hal ini disampaikan Staf Kampanye dan Opini Publik KontraS Sumut, Adhe Junaedy, dalam menyikapi peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia yang jatuh pada Minggu (17/8/2025).
"Kami menilai kemerdekaan sejati bukan hanya diukur dari pembangunan fisik atau kekuatan militer, tetapi juga penghormatan hak-hak dasar warga negara, seperti hak keadilan, kebebasan berekspresi, dan hak hidup yang aman dari kekerasan negara," katanya dalam siaran pers kepada Mistar, Senin (18/8/2025).
KontraS Sumut pun menilai pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan tema "Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera" pada Jumat (15/8/2025) tidak mencerminkan kondisi Indonesia saat ini.
"Namun sayangnya, tidak ada penekanan konkret dari negara dalam menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), baik yang telah terjadi di masa lalu maupun yang saat ini masih terjadi," ujar Adhe.
Di usia kemerdekaan yang telah menginjak 80 tahun, Adhe menilai Indonesia masih jauh dari kata merdeka karena pemerintah masih belum mampu memberikan keadilan bagi rakyatnya yang tertindas.
"Pemerintah kerap kali mengedepankan soal pembangunan, tapi lupa masih banyak daerah yang mengalami konflik sumber daya alam dengan dalih pembangunan dan menguntungkan," katanya.
KontraS Sumut pun menilai perayaan Hari Kemerdekaan hanya sebatas seremonial. Sebab, menurut Adhe, rakyat Indonesia hingga saat ini belum merasakan kemerdekaan secara utuh.
"Sejatinya kemerdekaan tidak pernah dirasakan oleh segenap rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Jadi, selama 80 tahun kemerdekaan itu merdeka milik siapa?" ujarnya.
Adhe mengatakan pemerintah juga kerap membuat kebijakan yang justru menyengsarakan rakyatnya dan memperpanjang ruang impunitas bagi para pelaku pelanggar HAM.
"Dengan situasi tersebut, maka dapat kami nilai bahwa kemerdekaan hanya perayaan yang dirasakan sebagian elemen saja. Kemerdekaan itu hanya milik penguasa serta pemerintah saja dengan memperkuat militerisme, melanggengkan kekerasan aparat negara, pembungkaman kebebasan sipil, dan impunitas," ucapnya. (Deddy/hm18)