Medan, MISTAR.ID

Founder Ethics of Care, Farid Wajdi, menyebut perilaku menyimpang dan gaya hidup mewah sejumlah pejabat publik bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan cerminan krisis etik di lingkar elit kekuasaan.

“Kepercayaan publik semakin tergerus. Seolah-olah hidup mewah dan tak bermoral menjadi gaya kepemimpinan baru,” ujar Farid, Minggu (22/6/2025).

Ia menegaskan, dalam negara demokrasi yang sehat, jabatan publik semestinya tak hanya menjadi fungsi birokratis, tetapi juga simbol tanggung jawab moral.

Saat pejabat tak lagi memegang nilai kepantasan, moralitas bangsa pun dipertanyakan.

Contoh nyata datang dari sejumlah daerah. Seorang kepala desa di Nusa Tenggara Barat dilaporkan menyalahgunakan dana desa ratusan juta rupiah untuk berpesta di tempat hiburan.

Di Medan, camat dan dua lurah terjerat penyalahgunaan narkoba, namun hingga kini belum ada proses hukum yang transparan.

“Pelanggaran berat hanya ditanggapi dengan rotasi jabatan atau pembiaran. Rasa keadilan publik seperti diinjak-injak. Hukum jadi tajam ke bawah, tumpul ke atas,” tuturnya.

Farid juga mengkritik perilaku anggota DPRD yang kedapatan berjudi dan karaoke saat jam kerja. Ia menilai ini bukan sekadar soal disiplin, tapi pengkhianatan terhadap amanah rakyat.

“Sebagian elite merasa jabatan adalah hak istimewa, bukan tanggung jawab. Tanpa penegakan hukum yang serius, perilaku ini bisa membudaya,” ujarnya.

Ia menuntut lembaga pengawasan dan aparat penegak hukum bertindak nyata, bukan simbolik. Menurutnya, reformasi menyeluruh dibutuhkan untuk menyentuh moral para aparatur negara.

“Indonesia tak kekurangan aturan, tapi kekurangan integritas dan keteladanan. Jabatan publik adalah amanah, bukan tempat berpesta,” tutur Farid. (amita/hm25)