Saturday, November 8, 2025
home_banner_first
MEDAN

Judi Online di Sumut Tinggi, Menteri Komdigi Perkenalkan PP Tunas Lindungi Anak dari Bahaya Digital

Mistar.idSabtu, 8 November 2025 17.28
journalist-avatar-top
SH
judi_online_di_sumut_tinggi_menteri_komdigi_perkenalkan_pp_tunas_lindungi_anak_dari_bahaya_digital

Menkomdigi, Meutya Hafid di USU. (foto: susan/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyampaikan kekhawatiran mendalamnya terkait tingginya ancaman konten negatif, terutama judi online, di Sumatera Utara (Sumut).

Pernyataan ini disampaikannya dalam acara Dies Natalis ke-45 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Meutya secara spesifik menyoroti bahwa judi online di Sumatera Utara cukup tinggi, dan meminta para pendidik serta mahasiswa untuk mewaspadai ancaman tersebut.

"Sejak Oktober 2024, lebih dari 3,1 juta konten negatif telah ditindak oleh Komdigi, termasuk 600.000 konten pornografi dan hampir 2,5 juta konten judi online," ujar Meutya di Gelanggang Mahasiswa USU, Sabtu (8/11/2025).

Ia menambahkan, meski transaksi judi online secara nasional turun 56% menjadi Rp155 triliun di tahun 2025 dari Rp359 triliun di 2024, angka tersebut masih sangat besar dan mencerminkan hilangnya masa depan manusia di baliknya.

Menghadapi tantangan tersebut, Komdigi mengambil langkah tegas melalui regulasi. Meutya memperkenalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 atau yang disebut PP Tunas, yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada Maret 2025.

"PP ini mengubah akses anak-anak untuk masuk ke PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) atau media sosial di usia 13 sampai 16 tahun," tuturnya.

Ia menyebut Indonesia dan Australia sebagai dua negara yang memiliki aturan serupa, yang bertujuan melindungi anak-anak dari hal-hal negatif melalui bacaan atau yang dilihat dari internet.

Meutya menyebut data memprihatinkan, di mana selama 4 tahun terakhir lebih dari 5 juta platform konten eksploitasi seksual anak ditemukan di ruang digital.

Selain itu, 89% anak berusia 5 tahun ke atas telah menggunakan internet, membuat mereka rentan terhadap risiko seperti rekrutmen radikal dalam game online, perundungan hingga gerakan bunuh diri di media sosial.

“Bahkan di tempat saya, ada yang anaknya bunuh diri karena mengikuti sebuah gerakan di sosial media yang mempercayai bahwa usia paling baik untuk mengakhiri hidup adalah di usia 21-22 tahun. Ketika dia sampai pada usia itu, bunuh diri. Dari keluarga yang cerdas, anak yang pintar,” katanya.

“Kita berhadapan dengan platform-platform besar yang sudah sangat mendunia," ucap Meutya lagi.

Namun, ia menegaskan kepemimpinan Presiden meyakini langkah ini harus diatasi sedini mungkin, meskipun itu berarti 'memotong pasar' yang berjumlah 85 juta orang di bawah usia 18 tahun. (hm24)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN