Saturday, June 28, 2025
home_banner_first
MEDAN

Dugaan Pungli Polisi Lalu Lintas di Medan, Farid Wajdi: Krisis Integritas Tak Bisa Diabaikan

journalist-avatar-top
Jumat, 27 Juni 2025 19.42
dugaan_pungli_polisi_lalu_lintas_di_medan_farid_wajdi_krisis_integritas_tak_bisa_diabaikan

Founder Ethics of Care, Anggota Komisi Yudisial 2015-2020, Farid Wajdi. (f:ist/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Kasus dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan seorang oknum polisi lalu lintas di Medan kembali memicu kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk pengamat hukum dan etik, Farid Wajdi.

Mantan anggota Komisi Yudisial periode 2015–2020 itu menyebut peristiwa ini sebagai cerminan krisis integritas yang kian memburuk di institusi penegak hukum.

“Rekaman video yang menunjukkan oknum diduga meminta uang Rp100 ribu kepada pengendara dan menjadi viral di media sosial telah menyulut kembali kekecewaan publik yang tidak pernah benar-benar padam,” ujar Farid, Jumat (27/6/2025).

Menurutnya, praktik pungli bukan lagi hal mengejutkan. Ia menilai fenomena tersebut telah dinormalisasi sebagai “biaya sosial” yang harus dibayar masyarakat saat berhadapan dengan aparat di jalan.

“Ketakutan dan ketidakberdayaan membuat masyarakat memilih diam. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi penghinaan terhadap prinsip hukum dan keadilan,” ujarnya.

Farid juga menyoroti menurunnya kepercayaan publik terhadap kepolisian. Semboyan “melindungi, mengayomi, dan melayani” menurutnya kini terdengar hampa, terutama saat aparat justru menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi.

“Media sosial menjelma menjadi ruang koreksi publik, tempat di mana kamera ponsel menjadi saksi dan viralitas menjadi pemicu tekanan,” kata Founder Ethics of Care.

Lebih dari sekadar teguran atau mutasi, Farid mendesak penegakan hukum yang tegas dan terbuka terhadap pelanggaran etik oleh aparat. Ia menekankan pentingnya transformasi menyeluruh, bukan hanya perbaikan perilaku individu, tetapi juga pembenahan sistemik.

“Yang diperlukan kini bukan sekadar perbaikan, tapi transformasi. Bukan hanya mengubah perilaku individu, tetapi membenahi akar-akar yang telah membusuk dalam sistem,” tuturnya.

Meski kritis, Farid tetap menaruh harapan pada perubahan. Menurutnya, selama masih ada masyarakat yang berani bersuara, media yang konsisten mengawasi, dan aparat yang setia pada sumpahnya, maka peluang untuk membangun kembali kepercayaan publik masih terbuka. (susan/hm27)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN