DPRD Sumut Soroti Minimnya Anggaran Pencegahan dan Penanganan TPPO

Anggota Komisi E DPRD Sumut saat melakukan RDP bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sumut di Gedung DPRD Sumut. (Foto: Ari/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Komisi E DPRD Sumatera Utara (Sumut) menyoroti minimnya anggaran pencegahan dan penanganan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pasalnya dari total 116 ribu kasus di Indonesia, 52 persen atau sekitar 80 ribu kasus terjadi di Sumut.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi E DPRD Sumut, HM Subandi saat setelah melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sumut di Ruang Rapat Badan Anggaran DPRD Sumut, Kamis (25/9/2025).
“Kasus TPPO ini sudah sangat parah, di kecamatan saya saja sudah ada korbannya. Ini nyata di depan mata kita,” katanya kepada wartawan di Gedung DPRD Sumut.
Ia menilai DP3A seharusnya hadir untuk memberi pencerahan kepada masyarakat, membimbing generasi muda dan orang-orang yang tidak bekerja, serta menangani korban. Namun, dukungan anggaran dinilainya sangat minim.
“Untuk rumah aman saja anggarannya masih kurang, padahal mereka menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jadi kalau tidak berpihak di anggaran, bagaimana masalah ini bisa diselesaikan?” ujarnya.
Ia mengatakan, secara program, apa yang disampaikan pemerintah dalam menangani kasus TPPO sudah baik. Namun, menurut Subandi, semua itu tidak didukung oleh anggaran yang memadai.
“Pandangannya bagus, tapi tidak apple to apple dengan anggaran. Bahkan jauh sekali. Seharusnya kalau kita tahu ini problem besar, harusnya anggaran itu masuk dalam prioritas di KUA-PPAS APBD,” ucapnya.
Tapi nyatanya, sambung Subandi, tidak tersentuh sama sekali. Maka dipakailah istilah Presiden Prabowo, paradoks. Perencanaannya benar, eksposnya bagus, tapi anggarannya tidak mendukung.
“Dana untuk pengawasan itu tidak ada. Sehingga tadi ada salah satu rekomendasi, kita akan rapat gabungan Komisi A dan E menyatukan Dinas Tenaga Kerja dan Imigrasi. Kita panggil untuk rapat,” tuturnya.
Sementara itu, Anggota Komisi E lainnya, Meryl Rouli Saragih menambahkan pentingnya langkah konkret dalam pencegahan TPPO.
“Ada pelatihan bagi aparat penegak hukum tentang TPPO dan infrastruktur pengaduan dan hotline. Jadi keluarga harus tahu siapa di sana yang bisa dihubungi. Harus ada sentra pengaduan, program psikologi korban, cek kesehatan berkala. Pengawasan jadi kunci,” katanya.
Politisi PDI Perjuangan itu menyebut ada beberapa kabupaten/kota di wilayah kota besar dan pesisir yang masyarakatnya menjadi korban TPPO.
“Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ini gak bisa jalan sendiri, maka harus sinergi. Evaluasi dan monitoring berkelanjutan juga harus dilakukan untuk pencegahan dan penanganan TPPO ini,” ucapnya. (Ari/hm18)
PREVIOUS ARTICLE
Pemprov Sumut Targetkan Penyerapan 10 Ribu Tenaga Kerja