Renyahnya Tipa-tipa, Camilan Warisan Toba yang Wajib Anda Coba

Proses pembuatan camilan tipa-tipa oleh warga di Desa Sibuntuon dan Marom, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba. (foto:nimrot/mistar)
Balige, MISTAR.ID
Di balik suara hantaman alu yang saling bersahutan di lesung kayu, lahirlah camilan sederhana yang kini jadi buah tangan khas Toba. Tipa-tipa namanya. Jika diamati, bentuk camilan ini sekilas mirip dengan sereal gandum atau oat yang sering dijual di toko-toko modern.
Beras berbentuk pipih hasil olahan tangan ibu-ibu desa itu, bukan sekadar pengganjal perut saat senggang, tetapi juga warisan turun-temurun yang merangkai cerita kebersamaan, kerja keras dan identitas kuliner Batak Toba.
Tipa-tipa lebih dikenal dari Kecamatan Porsea, padahal asal produksi terbesarnya berada di Desa Sibuntuon dan Marom, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba. Namun di Pasar Porsea lah tipa-tipa banyak dijajakan para pedagang.
Camilan tipa-tipa terbuat dari buliran padi yang ditumbuk dengan alu hingga pipih. Awalnya merupakan makanan camilan para ibu rumah tangga saat sedang tidak bekerja, setidaknya lagi bersantai atau ngerumpi.
Bahkan camilan ini dimanfaatkan untuk menghilangkan rasa lapar bagi ibu rumah tangga yang melakukan aktivitas markacucak (menenun ulos Batak, red) dan tak jarang dipadu dengan minuman teh atau kopi.
Kemudian seiring waktu, camilan ini mulai diproduksi oleh masyarakat, khususnya Desa Sibuntuon dan Marom dan dijadikan sumber pendapatan tambahan keluarga. Caranya, dengan memasarkannya ke Pasar Porsea di Kecamatan Porsea. Ternyata peminat tipa-tipa cukup banyak.
Masyarakat dua desa di Kecamatan Uluan telah memproduksi tipa-tipa secara turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Bahkan pengerjaannya dilakukan satu keluarga, yakni orang tua bersama anak-anaknya, sekaligus untuk mewariskan cara pengolahan tipa-tipa kepada generasi muda.
Pengrajin tipa-tipa Desa Sibuntuon, Jonatan Sirait mengatakan, dalam sehari keluarganya memproduksi tipa-tipa dua kali, pagi dan sore hari bersama istri dan anaknya. Setidaknya ada minimal lima orang atau lebih yang terlibat dalam pengerjaannya.
"Pengerjaan pertama saat subuh sebelum anak pergi ke sekolah, kemudian sore setelah anak-anak pulang sekolah. Manfaatnya, selain mewariskan camilan khas Batak Toba ke anak, juga mempersempit ruang anak bermain yang tidak bermanfaat. Setidaknya dibina untuk disiplin," ujar Jonatan.
Padi yang menjadi bahan dasar dari pembuatan tipa-tipa adalah padi yang diperoleh masyarakat dari hasil pertanian di desanya. Apalagi mayoritas warga Desa Sibuntuon merupakan petani padi sehingga kualitas tipa-tipa lebih terjamin.

Keterangan gambar: Proses pembuatan camilan tipa-tipa oleh warga di Desa Sibuntuon dan Marom, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba. (foto:nimrot/mistar)
Pengolahan Tradisional
Sebelum diolah menjadi tipa-tipa, bahan dasar padi terlebih dahulu direndam dengan air selama dua malam, lalu ditiriskan hingga cukup kering. Selanjutnya menyiapkan tungku api sebanyak tiga tempat untuk memanaskan atau digongseng (sangrai) tanpa minyak goreng.
Tiga wadah yang dipakai untuk menyangrai harus menggunakan periuk yang terbuat dari tanah liat. Warga Batak Toba menyebutnya susuban. Dengan menggunakan susuban, temperatur padi yang digongseng dapat merata.
Penting untuk diingat, setelah proses padi digongseng di susuban, kemudian dipindahkan ke susuban kedua agar lebih panas. Selanjutnya pindah ke susuban ketiga. Butiran padi tidak boleh pecah atau meletup seperti popcorn. Butiran padi yang sudah melewati tiga kali proses pemanasan lalu diangkat dan dipindahkan ke lesung kayu untuk ditumbuk dengan alu.
Untuk menandakan butir padi yang sudah dipanaskan layak untuk ditumbuk, setidaknya ada dua butir padi yang meletup. Tidak boleh terlalu banyak yang meletup. Jika demikian, hasil tipa-tipa tidak akan maksimal.
Kemudian proses penumbukan di lesung kayu tidak boleh dilakukan oleh satu orang. Alasannya, nantinya padi yang sudah digongseng keburu dingin dan mengeras kembali.
Hasilnya pun tidak maksimal. Padi yang ditumbuk tidak pipih merata alias hancur dan sekam padi sulit terpisah. Setidaknya butuh tiga orang untuk menumbuknya.
Usai proses penumbukan dan dipastikan sekam sudah terpisah dari beras yang sudah berbentuk pipih, lalu dilakukan pemindahan ke ayakan atau saringan untuk memisahkan tipa-tipa yang sudah jadi dari sekam padi.
Hingga saat ini masyarakat di Desa Sibuntuon masih melakukan pengolahan tipa-tipa secara manual, dengan jumlah yang terbatas pula. Penyebabnya, jangkauan pemasarannya belum maksimal. Warga pun hanya menjual tipa-tipa hasil buatannya kepada agen sekali seminggu.
Jonatan mengakui, pemerintah melalui salah satu perusahaan pernah mengusulkan agar dilakukan pengolahan tipa-tipa dengan menggunakan mesin modern. Hanya saja hasilnya tidak maksimal. Sangat jauh dari sempurna dibanding dikerjakan secara manual.
"Dapat dikatakan gagal total setelah dilakukan uji coba dengan mesin modern. Pipihnya butiran tipa-tipa tidak sempurna dan sekam padi banyak yang tidak terpisah dari beras atau tidak jadi tipa-tipa," ujarnya.

Keterangan gambar: Proses pembuatan camilan tipa-tipa oleh warga di Desa Sibuntuon dan Marom, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba. (foto:nimrot/mistar)
Tahan Lama, Tanpa Pengawet
Camilan khas Toba ini meskipun tidak menggunakan pengawet dapat bertahan cukup lama. Tipa-tipa dapat disimpan selama dua bulan, asalkan selalu kering dan dijaga kelembapannya tanpa harus dibungkus dengan kemasan kedap udara.
Daya tahan keawetan camilan ini tentu sangat menguntungkan bagi pedagang, sehingga sangat jarang pedagang tipa-tipa di Pasar Porsea mengalami kerugian akibat tipa-tipa tidak layak jual seperti masuk angin (melempem) atau tidak garing lagi.
Monang Sitorus, pedagang tipa-tipa di Pasar Porsea, mengaku telah menggeluti profesi sebagai pedagang tipa-tipa selama belasan tahun.
Dia mengakui kuliner camilan khas Toba ini memiliki keistimewaan yakni daya tahan simpan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan kuliner khas Toba lainnya, sehingga tidak perlu diperlakukan khusus untuk menjamin daya tahannya.
"Memang belum pernah tipa-tipa yang saya jajakan bertahan selama itu. Dua puluh liter sudah habis terjual dalam seminggu. Pembelinya rata-rata masyarakat dari luar kota. Bisa dikatakan tipa-tipa camilan yang cukup digemari," ujar Monang, Jumat (5/9/25) saat ditemui di Pasar Porsea.
Asal Muasal Tipa-tipa
Lalu seperti apa cerita asal-usul camilan Toba ini? Seperti disampaikan salah seorang warga Kecamatan Uluan bermarga Manurung, ratusan tahun lampau, dari cerita ke cerita yang dia dengar, kondisi tipa-tipa tidak seperti saat ini. Saat itu pilihan jenis kudapan atau jajanan sangat terbatas.
Dalam keterbatasan tersebut, masyarakat kemudian berpikir untuk membuat camilan sendiri dengan memanfaatkan bulir padi yang diolah, dipanaskan, kemudian ditumbuk secara manual dengan alu di lesung kayu. Jadilah tipa-tipa beraroma harum dan gurih di mulut.
Tipa-tipa ini pun dimanfaatkan menjadi camilan oleh warga Toba saat berkumpul dengan keluarga atau kerabat. Dengan rasa yang unik dan mampu menghilangkan rasa lapar, masyarakat kerap menjadikannya bekal dalam perjalanan, baik anak-anak yang pergi sekolah keluar kota maupun yang akan merantau.
Kemudian sisa dari bekal yang dibawa dari kampung tersebut turut dicicipi orang lain di perantauan dan selanjutnya semakin dikenal masyarakat luar.

Keterangan gambar: Proses pembuatan camilan tipa-tipa oleh warga di Desa Sibuntuon dan Marom, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba. (foto:nimrot/mistar)
Digemari Masyarakat Pendatang
Camilan tipa-tipa masih terbilang cukup digemari masyarakat yang melintas dari Pasar Porsea. Tidak sedikit penumpang angkot Trans Sibolga-Medan dan sebaliknya, menyempatkan untuk membelinya untuk dijadikan camilan dengan cara memakannya dicampur sesuai selera dari pembeli.
Erni, warga Pematangsiantar, mengaku tidak pernah lupa membeli tipa-tipa dari Pasar Porsea jika melintas dari Kabupaten Toba, maupun saat berkunjung ke rumah keluarga yang ada di Kecamatan Porsea.
Dirinya selalu memilih tipa-tipa Porsea karena memiliki struktur yang lebih berkualitas dan sudah bersahabat dengan lidahnya.
"Jika harus memilih tipa-tipa yang akan saya beli, saya lebih memilih yang belum dikemas secara modern. Lebih mudah divariasikan sendiri jika akan dimakan menggunakan campuran apa yang kita inginkan sesuai selera kita," katanya.
"Campuran spesial saya saat mengonsumsi tipa-tipa bersama keluarga menggunakan kelapa parut ditambah gula pasir, lalu diaduk merata dengan tipa-tipa. Menurut saya, campuran itu mampu memberikan cita rasa sempurna dan lebih nikmat, meskipun ada beberapa orang mencampur dengan gula merah yang telah dicairkan," imbuhnya.
Erni juga menekankan, tipa-tipa sangat layak diperkenalkan kepada generasi muda yang memiliki gigi utuh. "Tipa-tipa sulit dikonsumsi lansia yang giginya tidak utuh lagi (ompong). Tipa-tipa meskipun renyah (garing), tetapi memiliki struktur agak keras. Untuk mengunyahnya membutuhkan gigi yang kuat," kata Erni.
Camilan khas Toba, lanjut Erni, masih perlu dipromosikan lebih intensif, baik melalui tampilan kemasan yang dibuat semenarik mungkin. Seperti ada tulisan yang memaparkan kandungan apa yang ada di dalam tipa-tipa dan manfaatnya untuk tubuh jika dikonsumsi dan lainnya.
"Dengan tampilan tersebut, orang yang belum mengetahui cita rasanya menjadi tertarik untuk membeli dan tidak tertutup kemungkinan akan ketagihan setelah mencobanya," ucapnya.
Prospek dan Menjanjikan
Terpisah, Pemerintah Kabupaten Toba (Pemkab Toba) melalui Dinas Koperindag dan UMKM, melihat prospek camilan tipa-tipa dijadikan salah satu kuliner khas Toba, cukup menjanjikan. Apalagi munculnya varian tipa-tipa yang baru.
Kabid Koperasi, Dinas Koperindag Toba, Jhon Gultom mengatakan, pihaknya telah beberapa kali melakukan pelatihan cara pengolahan tipa-tipa untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Toba.
Menurutnya, dari hasil pelatihan tersebut ada beberapa UMKM yang telah mengolah tipa-tipa menjadi varian baru dengan rasa yang berbeda dari rasa awal yang dimiliki seperti cookies tipa-tipa dan telah bersertifikat halal.
"UMKM yang melakukan pengolahan tersebut sering mengikuti pameran maupun bazar-bazar dan juga selalu kita undang dan ikut sertakan dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk mempromosikan produk mereka," ujar Jhon.
Jhon berharap, seiring waktu semakin banyak bermunculan UMKM yang menciptakan varian baru camilan tipa-tipa sehingga memiliki banyak pilihan bagi pembeli, untuk menyesuaikan keinginan lidah si pembeli. Dengan demikian dapat terwujud tipa-tipa menjadi salah satu branding kuliner khas Toba. (nimrot/hm27)