Serangan Israel Hancurkan Lebih dari 1.000 Bangunan di Gaza, Warga Terjebak dan Kelaparan Memburuk

Warga mencari perlindungan dampak 1.000 bangunan di Gaza hancur diserang Israel (Foto: Istimewa/Mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Lebih dari seribu bangunan di kawasan Zeitoun dan Sabra, Gaza City rata dengan tanah sejak Israel memulai operasi militer terbaru pada 6 Agustus 2025. Pertahanan Sipil Palestina melaporkan ratusan warga kemungkinan masih terjebak di bawah reruntuhan.
Upaya penyelamatan hampir mustahil dilakukan karena akses jalan tertutup puing serta gempuran yang terus berlangsung.
“Kami menghadapi situasi yang tidak terkendali. Serangan udara dan artileri tidak berhenti, membuat penyelamatan nyaris mustahil,” ungkap pernyataan resmi Pertahanan Sipil Palestina, dikutip dari laporan media internasional.
Tidak Ada Tempat Aman di Gaza
Laporan lapangan menyebut tidak ada wilayah yang benar-benar aman, baik di utara maupun selatan Jalur Gaza. Serangan Israel menghantam permukiman warga, tempat penampungan, hingga kamp pengungsi yang sebelumnya disebut sebagai zona aman.
Tank-tank Israel dilaporkan masuk ke kawasan Sabra, memicu eksodus besar-besaran. Hampir satu juta orang kini bergerak menuju wilayah selatan dengan harapan bisa selamat.
Namun, perjalanan mereka tidak mudah. Drone bersenjata dan serangan udara tetap menghantui para pengungsi.
Korban Jiwa dan Ledakan Beruntun
Di tengah invasi darat, serangan udara Israel mengenai apartemen di Jalan al-Jalaa, Gaza City, menewaskan tiga orang, termasuk seorang anak. Kamp pengungsi Jabalia di wilayah utara juga terkena dampak serangan, disertai ledakan tanpa henti di beberapa lingkungan kota.
Data dari sumber medis mencatat 51 korban jiwa pada Minggu (24/8), terdiri dari 27 orang di Gaza City dan 24 lainnya saat berusaha mendapatkan bantuan.
Selain itu, Kementerian Kesehatan Gaza mengonfirmasi delapan kematian akibat kelaparan yang disebabkan blokade Israel. Secara keseluruhan, 289 orang telah meninggal karena kekurangan pangan sejak konflik pecah, termasuk 115 anak-anak.
Kelaparan Meningkat, Blokade Perburuk Situasi
Philippe Lazzarini, Kepala UNRWA, menyebut kelaparan yang melanda Gaza sebagai “bencana tahap akhir” dalam konflik ini.
“‘Never Again’ kini berubah menjadi ‘Again’. Dunia sedang mengulang kesalahan yang seharusnya tidak pernah terulang,” tulis Lazzarini di platform X.
Ia mendesak Israel segera membuka jalur masuk bantuan kemanusiaan dan memberi akses bagi jurnalis internasional untuk melaporkan kondisi nyata di Gaza.
Di sisi lain, Kementerian Dalam Negeri Gaza memperingatkan warga agar tidak meninggalkan komunitas mereka meski di bawah serangan hebat. Mereka menuding ada upaya Israel untuk memaksa penduduk keluar dari wilayah utara.
“Tidak ada lokasi aman di Jalur Gaza. Bahkan tenda pengungsian yang mereka klaim sebagai zona perlindungan tetap dibom,” tegas pernyataan kementerian tersebut.
Warga Mengungsi di Bawah Hujan Peluru
Hind Khoudary, jurnalis Al Jazeera yang melaporkan dari Deir el-Balah, mengatakan banyak keluarga tetap mencoba melarikan diri meskipun menghadapi risiko besar.
“Kami menemui keluarga yang mengatakan hidup di Gaza kini hampir mustahil. Saat mereka berjalan mengungsi, drone Israel menembaki apa pun yang bergerak,” lapornya.
Sebagian pengungsi berhasil menembus jalur menuju selatan, tetapi ribuan lainnya masih terjebak di tengah gempuran.
Sejumlah organisasi HAM dan pakar PBB menuduh Israel melakukan kejahatan genosida terhadap warga Palestina, seraya mendesak penyelidikan internasional segera dilakukan.(*)
PREVIOUS ARTICLE
Ancaman Baru: Korea Utara Bisa Produksi 20 Bom Nuklir Setahun