Maduro Peringatkan Kedubes AS di Caracas Jadi Target Operasi 'False Flag'

Presiden Venezuela, Nicolas Maduro. (foto: AFP)
Caracas, MISTAR.ID
Presiden Venezuela Nicolás Maduro memperingatkan potensi ancaman terhadap Kedutaan Besar Amerika Serikat di Caracas, yang diduga menjadi target dari operasi bendera palsu (false flag) oleh kelompok bersenjata.
Dalam pernyataannya, Maduro menyebut ada indikasi rencana penyerangan terhadap gedung Kedubes AS yang melibatkan penanaman bahan peledak oleh kelompok sayap kanan, dengan tujuan menyalahkan pemerintahannya dan memicu ketegangan politik lebih lanjut.
“Operasi ini didukung oleh pihak yang segera akan diketahui identitasnya. Tujuannya adalah untuk menuduh pemerintahan Venezuela dan memulai eskalasi konflik,” ujar Maduro dalam pidatonya dilansir, Selasa (7/10/2025).
Maduro mengaku menerima informasi tersebut dari dua sumber, yakni satu lokal dan satu internasional. Menyikapi ancaman tersebut, ia langsung mengerahkan pasukan keamanan untuk memperketat penjagaan di sekitar kantor Kedutaan Besar AS.
Presiden Majelis Nasional Venezuela, Jorge Rodriguez, sebelumnya juga mengungkap rencana tersebut melalui saluran Telegram. Ia menyebut tiga saluran komunikasi telah digunakan untuk memberitahu pihak AS, meskipun tidak menjelaskan secara rinci isi atau pelaku rencana tersebut.
“Kami juga telah memberi tahu sejumlah kedutaan negara-negara Eropa terkait rencana ini,” ujar Rodriguez, tanpa menyebut negara mana yang dimaksud.
Peringatan ancaman ini muncul hanya beberapa hari setelah pasukan Amerika Serikat menyerang kapal yang diduga membawa narkoba di perairan Venezuela. Insiden ini memicu kembali ketegangan antara kedua negara.
Mantan Presiden AS Donald Trump sebelumnya juga menyerukan tindakan keras terhadap kartel narkoba yang beroperasi melalui darat di wilayah Venezuela, dan bahkan sempat meminta utusan khusus Richard Grenell menghentikan semua proses menuju normalisasi diplomatik dengan Caracas.
Sebagai catatan, Venezuela telah memutuskan hubungan diplomatik dengan AS sejak 2019, dan seluruh staf diplomatik Amerika telah meninggalkan kedutaan sejak saat itu.