Janji Keamanan Trump untuk Ukraina Picu Harapan Baru, Simak Lima Poin Kritisnya

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy bertemu dengan beberapa pemimpin Eropa di Kedutaan Besar Ukraina, menjelang pertemuan mereka dengan AS. Presiden Donald Trump, di Washington, D.C., AS, Senin (18/8/2025). (foto:reuters/mistar)
Pematangsiantar, MISTAR.ID
Janji jaminan keamanan dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump kepada Ukraina mendapat sambutan positif dari Kyiv dan sekutu Eropa, usai pertemuan puncak di Gedung Putih, Senin (18/8/2025).
Namun, euforia tersebut dibayangi keraguan besar: detail jaminan belum jelas, Rusia belum menunjukkan kesiapan bernegosiasi, dan pertempuran di medan perang masih terus berlangsung.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menyebut KTT ini sebagai “langkah maju” menuju pertemuan trilateral antara dirinya, Presiden Vladimir Putin, dan Presiden Trump—yang diharapkan membuka jalan menuju akhir konflik berkepanjangan. Demikian dikutip dari Reuters, Selasa (19/8/2025).
Namun, banyak pertanyaan masih menggantung:
- Apa isi konkret jaminan keamanan itu?
- Berapa besar kompromi yang harus diterima Ukraina?
- Maukah Rusia benar-benar mengakhiri agresi?
Realitas Kontras: Diplomasi vs Serangan Udara
Meski nuansa diplomasi lebih hangat dibanding pertemuan sebelumnya antara Zelenskiy dan Trump, kondisi di lapangan jauh dari damai. Angkatan Udara Ukraina melaporkan serangan besar-besaran Rusia—ratusan drone dan beberapa rudal menyasar infrastruktur energi penting, memicu kebakaran dan kerusakan besar.
Lima Poin Kritis:
1. Ketidakjelasan Janji Keamanan:
Trump belum memberikan bentuk konkret jaminan. Tim Ukraina masih merumuskan isi kesepakatan. Analis menilai tanpa rincian, janji itu berisiko menyesatkan.
2. Sikap Rusia Masih Kaku:
Kremlin belum menyatakan kesediaan hadir dalam KTT trilateral. Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov menekankan perlunya “persiapan matang”. Putin menegaskan larangan NATO di Ukraina dan menolak kompromi soal wilayah.
3. Batas Merah Tak Terjembatani:
Pengamat menilai sulit menyatukan tuntutan Ukraina dan sekutunya—misalnya keanggotaan NATO dan kedaulatan atas Krimea—dengan syarat Rusia yang enggan mundur dari posisi awal.
4. Reaksi Internasional Beragam:
Di Eropa, pertemuan itu dipandang sebagai “kemajuan kecil” yang menghindari eskalasi, tapi jauh dari resolusi permanen. Sebaliknya, tokoh-tokoh Rusia mengecam atau mengejek inisiatif tersebut.
5. Risiko Bagi Zelenskiy:
Negosiasi bilateral dengan Putin membawa risiko politik tinggi. Jika diplomasi gagal, Ukraina bisa jadi sasaran dalam narasi kegagalan yang saling menyalahkan.
Kesimpulan: KTT Gedung Putih membuka ruang baru diplomasi yang sebelumnya tertutup. Namun tanpa rincian konkret, komitmen Rusia, dan dukungan kolektif internasional, perdamaian abadi masih tampak sebagai mimpi jauh. Situasi geopolitik yang tegang dan serangan di lapangan terus menguji kelangsungan proses ini.
Langkah berikutnya sangat bergantung pada kejelasan jaminan keamanan dan kemampuan semua pihak untuk menurunkan ego serta membuka ruang kompromi yang nyata. (*)
PREVIOUS ARTICLE
Korban Banjir Bandang di Pakistan Terus Bertambah