Monday, September 15, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Warga Pancowarno Desak USU Kembalikan Lahan yang Diambil Sejak 1986

journalist-avatar-top
Senin, 15 September 2025 11.29
warga_pancowarno_desak_usu_kembalikan_lahan_yang_diambil_sejak_1986

Warga Desa Pancowarno yang melakukan aksi menyegel Kebun Tambunan USU beberapa waktu lalu. (Foto: Istimewa/Mistar)

news_banner

Langkat, MISTAR.ID

Sebanyak 56 kepala keluarga (KK) warga Desa Pancowarno Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat, mendesak Universitas Sumatera Utara (USU) untuk mengembalikan lahan milik mereka yang diduga diambil paksa pihak USU pada tahun 1986 silam.

Perwakilan warga, Aspipin Sinulingga, menyatakan ke-56 KK tersebut merupakan pemilik sah lahan seluas 176 hektare yang saat ini menjadi lokasi Kebun Penelitian Tambunan milik USU.

Lebih lanjut, menurut Aspipin, sebelum dijadikan perkebunan kelapa sawit oleh USU, lahan itu adalah objek vital sumber penghidupan 56 kepala keluarga warga Desa Pancowarno. Lahan tersebut sebelumnya ditanami tanaman pangan, palawija, sayuran, karet, dan cengkih skala kecil.

Lahan itu utamanya ditanami padi darat sebagai sumber pemenuhan kebutuhan pangan pokok warga Desa Pancowarno. Sebagian lahan dikelola masyarakat dengan tanaman palawija, sayur, serta buah-buahan musiman seperti durian, rambutan, langsat, manggis, dan juga tanaman kebun seperti karet dan cengkih.

“Kampus USU merampas tanah rakyat, membuat 56 KK tunawisma. Pihak USU dulu pernah berjanji akan membayar ganti rugi kepada warga, namun ternyata ganti rugi itu justru diberikan kepada para pegawai USU sendiri yang tinggal di dalam Tambunan,” kata Aspipin, Senin (15/9/2025).

Mereka juga telah berulang kali mengajukan ganti rugi namun tidak juga terealisasi. Warga bahkan melakukan aksi mendatangi lahan dan menyegelnya, tetapi tidak ditanggapi USU.

“Bahkan saat ini lahan Tambunan USU dijaga oleh personel TNI dari salah satu kesatuan di Langkat. Setiap ada warga yang masuk tanpa izin langsung diusir,” ujar Aspipin.

Warga berharap pihak USU segera membayarkan ganti rugi lahan mereka yang diambil paksa. “Atau kembalikan saja lahan itu kepada kami karena kami adalah pemilik aslinya,” ujar Aspipin.

Selain menghilangkan lahan pertanian masyarakat yang menjadi sumber penghasilan utama, penguasaan USU atas lahan sengketa tersebut juga menyebabkan hilangnya tiga perkampungan hunian masyarakat Desa Pancowarno.

“Sebelumnya lahan itu juga merupakan perkampungan tradisional masyarakat Karo yang telah ada bahkan sebelum masa kolonial. Dusun Mbacang, Dusun Kuta Tingger, dan Dusun Namombaru merupakan tiga perkampungan tradisional masyarakat Karo yang lenyap akibat pembukaan perkebunan kelapa sawit di areal sengketa oleh USU,” kata Aspipin.

USU disebut memperoleh pemasukan rutin paling tidak Rp600 juta setiap bulan dari hasil penjualan TBS di areal sengketa.

Sementara itu, akibat kehilangan lahan pertanian, masyarakat pemilik lahan saat ini bertahan hidup dengan memulung berondolan sawit di kebun kelapa sawit yang dikuasai USU dan menjadi buruh harian lepas sebagai pemanen sawit di ladang-ladang sawit warga lain. USU bahkan tidak memberdayakan masyarakat sebagai karyawan dalam mengelola kebun kelapa sawit di areal sengketa.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak USU terkait hal ini. (endang/hm25)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN