Pemerintah Resmi Siapkan Redenominasi Rupiah, Tiga Nol Akan Dihapus Tahun 2027

Ilustrasi uang Rupiah. (foto:antara/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Pemerintah tengah mempersiapkan langkah besar dalam penyederhanaan mata uang nasional melalui kebijakan redenominasi rupiah, yang ditargetkan rampung pada tahun 2027.
Kebijakan ini akan menghapus beberapa nol pada nominal rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya, dengan tujuan mempermudah sistem pembayaran dan meningkatkan kepercayaan dunia terhadap stabilitas rupiah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengubah nilai tukar atau daya beli.
Sementara menurut Bank Indonesia (BI), redenominasi berarti penyederhanaan penulisan nilai barang, jasa, dan alat pembayaran. Sebagai contoh, uang Rp10.000 akan menjadi Rp10, namun daya belinya tetap sama.
Kebijakan ini bertujuan membuat sistem akuntansi dan transaksi keuangan lebih sederhana, sekaligus memperkuat kepercayaan terhadap rupiah di kancah global.
Redenominasi akan dijalankan bertahap sesuai peta jalan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan 2025–2029. Setelah Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi rampung pada 2027, pemerintah akan memulai tahap sosialisasi, penyesuaian sistem keuangan, serta masa transisi penggunaan rupiah lama dan baru secara paralel.
Negara lain seperti Turki, Polandia, dan Korea Selatan pernah melaksanakan proses serupa. Turki, misalnya, membutuhkan waktu tujuh tahun (2005–2009) untuk menyelesaikan tahapan redenominasi secara penuh setelah memastikan ekonomi dalam kondisi stabil.
Langkah ini membutuhkan dasar hukum baru setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan penafsiran pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang sebagai dasar pelaksanaan redenominasi.
Dalam putusan Nomor 94/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan pada Kamis (17/7/2025), MK menegaskan bahwa redenominasi merupakan kebijakan ekonomi makro yang menyentuh ranah moneter dan fiskal, sehingga hanya dapat dilakukan melalui undang-undang tersendiri.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyebut, pasal-pasal dalam UU Mata Uang lebih mengatur desain dan ciri fisik rupiah, bukan nilai nominalnya.
“Redenominasi merupakan penyederhanaan nominal mata uang tanpa mengubah daya beli. Itu ranah pembentuk undang-undang,” ujar Enny dalam persidangan, seperti dilansir, Minggu (9/11/2025).
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menyiapkan kerangka regulasi untuk redenominasi melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Renstra Kemenkeu 2025–2029, yang ditetapkan pada 10 Oktober dan diundangkan pada 3 November 2025.
Dalam beleid tersebut, disebutkan bahwa RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang ditargetkan selesai pada 2027. Urgensi pembentukan RUU ini antara lain untuk meningkatkan efisiensi ekonomi nasional dan memperkuat daya saing global.
BI menegaskan bahwa redenominasi berbeda dengan sanering. Redenominasi dilakukan saat ekonomi stabil dan tidak memotong daya beli masyarakat, sementara sanering dilakukan dalam kondisi ekonomi tidak sehat dan menurunkan nilai uang secara nyata.
Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang hanya dihapus beberapa angka nolnya tanpa mengubah nilainya. Dengan demikian, kebijakan ini tidak akan berdampak negatif terhadap perekonomian bila dilakukan dengan perencanaan matang dan stabilitas terjaga.
Wacana redenominasi sebenarnya sudah muncul sejak 2010 di era Gubernur BI Darmin Nasution, namun belum terlaksana karena membutuhkan komitmen nasional dan kesiapan infrastruktur keuangan.
Kementerian Keuangan sebelumnya telah memasukkan rencana ini dalam PMK Nomor 77 Tahun 2020 (Renstra Kemenkeu 2020–2024), tetapi tertunda akibat pandemi Covid-19.
Kini, dengan stabilitas ekonomi yang lebih kuat dan dukungan politik yang lebih matang, redenominasi rupiah diharapkan dapat segera diwujudkan. (hm16)


















