Friday, September 19, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Harga Gabah Melonjak, Beras Medium Pematangsiantar Tembus Rp15.000 per Kg

Jumat, 19 September 2025 14.02
harga_gabah_melonjak_beras_medium_pematangsiantar_tembus_rp15000_per_kg

Salah satu pedagang beras di Pasar Horas, Pematangsiantar. (Foto: Abdi/Mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Harga beras medium di Kota Pematangsiantar kian melambung, menembus Rp15.000 per kilogram pada Jumat (19/9/2025). Angka ini melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) pemerintah yang ditetapkan Rp14.000, dipicu mahalnya harga gabah di tingkat petani.

Pedagang beras di Pasar Horas, Acai, mengaku kenaikan ini berdampak pada keuntungannya dan menurunkan jumlah konsumen. Sejak kenaikan beras yang terus berlangsung hampir setiap hari, ia kesulitan dalam pembelian stok berikutnya. Tak jarang, ia harus menombok.

“Harga berasnya jauh dari pembelian sebelumnya. Jadi, kadang-kadang nombok. Karena setiap belanja, harganya naik-naik terus. Jadi, nggak ada untungnya,” ujarnya kepada Mistar, Jumat (19/9/2025).

Selain itu, ia menambahkan sering mendapat keluhan dari konsumen terkait kualitas beras yang menurun. Menurutnya, kenaikan harga tidak sebanding dengan kualitas beras yang ada.

“Untuk saat ini, harga beras saya jual: medium Rp15.000 per kilogram dan premium Rp16.000 per kilogram,” katanya.

Ia berharap pemerintah segera menstabilkan harga beras karena kenaikan ini sudah berdampak pada penjualannya.

Di sisi lain, pemilik penggilingan padi, M. Manurung, mengatakan sulit mengikuti HET karena harga gabah di tingkat petani tinggi. Hal ini dipicu fakta di lapangan, di mana harga gabah jauh di atas HPP.

“Selain harga gabah mahal, ketersediaannya juga terbatas. Saat ini harga gabah di tingkat petani mencapai Rp7.000 hingga Rp8.000 per kilogram, sedangkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah yang ditetapkan pemerintah Rp6.500 per kilogram,” ucapnya.

Ia menambahkan, kondisi ini membuat penyosohan beras tidak bisa berproduksi maksimal, padahal permintaan tinggi. Para pengusaha tetap melakukan produksi untuk menjaga pelanggan tidak lepas, meski jumlahnya menurun.

“Kalau berhenti produksi justru bisa memicu gejolak lebih besar,” tuturnya. (abdi/hm25)

REPORTER: