Jakarta, MISTAR.ID

Emas masih menjadi salah satu instrumen investasi favorit, apalagi harganya terus menunjukkan tren kenaikan seiring memanasnya situasi politik global dan prospek perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS). Namun, di tengah lonjakan harga, investor perlu cermat agar tidak salah langkah.

Perencana Keuangan Advisors Alliance Group Indonesia, Dandy, mengingatkan agar tidak membeli emas hanya karena ikut-ikutan atau fear of missing out (FOMO).

“Sebelum memutuskan investasi emas, mesti paham dulu cara kerjanya. Jangan asal beli hanya karena lihat orang lain pamer keuntungan di media sosial,” ujar Dandy, dilansir dari CNN Indonesia, Senin (29/9/2025).

Menurutnya, emas lebih cocok untuk investasi jangka panjang, terutama bagi investor berprofil konservatif hingga moderat. “Emas pas untuk melindungi nilai aset, menjaga likuiditas, dan mengurangi risiko portofolio,” ucapnya.

Head of Advisory & Financial Planner Finansialku, Shierly, menyarankan strategi cost averaging, yakni menginvestasikan jumlah uang yang sama secara berkala.

“Bisa dicicil lewat emas digital. Kalau ingin beli emas fisik, kumpulkan dana dulu lewat instrumen lain seperti reksadana pasar uang atau reksadana pendapatan tetap. Setelah cukup, baru beli gramasi lebih besar, misalnya 10 gram, 25 gram, atau 100 gram,” kata Shierly.

Hindari Beli Saat Harga Melonjak

Shierly menilai harga emas saat ini sudah terlalu tinggi untuk dijadikan investasi jangka pendek.

“Tidak disarankan beli sekarang kalau tujuannya jangka pendek. Kalau butuh dana, justru bisa jual sebagian emas,” tuturnya.

Dandy menambahkan, investor perlu menganalisis faktor yang mendorong kenaikan harga emas. Umumnya, lonjakan terjadi saat ekonomi dan geopolitik tidak stabil, sehingga emas dipilih sebagai aset aman.

“Jangan sampai beli di harga puncak lalu turun dalam waktu dekat. Itu bisa menimbulkan stres kalau tidak ada tujuan jelas. Wajar, ketika harga melonjak, ada kemungkinan koreksi,” ucapnya.[]