Harga Emas Bisa Sentuh 10.000 USD per Ons

Emas batangan. (foto: bisnis/mistar)
Washington, MISTAR.ID
Harga emas diperkirakan bisa menyentuh 10.000 USD per ons pada 2028. Emas telah mencapai $4.000 per ons untuk pertama kalinya pada awal minggu ini seperti dilansir dari Fortune.
Namun, logam mulia tersebut mendapat gejolak lain pada Jumat, ketika Presiden Donald Trump menyebut ia akan mengenakan tarif tambahan 100% pada China dan membatasi ekspor perangkat lunak AS.
Dalam catatan pada Senin (13/10/2025), veteran pasar Ed Yardeni, presiden Yardeni Research, mengulas seruan bullish sebelumnya terhadap emas, yang berulang kali mencapai perkiraannya lebih cepat dari jadwal.
Selama waktu itu, ia mengutip peran tradisional emas sebagai lindung nilai terhadap inflasi, bank sentral melakukan de-dolarisasi setelah aset Rusia dibekukan, pecahnya gelembung perumahan China, serta perang dagang Trump dan upayanya untuk menjungkirbalikkan tatanan geopolitik dunia.
Ia kemudian memprediksi bahwa emas akan mencapai 5000 USD per ons pada tahun 2026. Kemudian yang tak kalah menarik, prediksinya juga menyebut jika emas bisa menyentuh 10.000 USD per ons sebelum akhir dekade ini.
"Kami sekarang menargetkan $5.000 pada tahun 2026. Jika terus seperti ini, targetnya bisa mencapai $10.000 sebelum akhir dekade ini," kata Yardeni.
Berdasarkan lintasan emas sejak akhir 2023, harganya dapat mencapai tonggak sejarah $10.000 per ons antara pertengahan 2028 dan awal 2029. Emas juga mendapat dorongan baru-baru ini dari peralihan Federal Reserve kembali ke pemotongan suku bunga bulan lalu.
Para pembuat kebijakan mengalihkan lebih banyak perhatian ke pasar tenaga kerja yang stagnan dan menjauh dari memerangi inflasi, yang tetap bertahan di atas target 2% mereka di tengah tarif Trump.
Meskipun Fed belum memberi sinyal adanya siklus pelonggaran yang agresif, prospek penurunan suku bunga lebih lanjut sementara pertumbuhan PDB tetap kuat telah menambah kekhawatiran inflasi.
Di saat yang sama, melonjaknya utang di antara negara-negara maju, termasuk AS, telah membuat investor resah terhadap mata uang global. Hal ini memicu apa yang disebut perdagangan debasement yang bertaruh pada logam mulia dan bitcoin dengan asumsi pemerintah membiarkan inflasi melonjak untuk meringankan beban utang.
Dalam sebuah catatan, ekonom iklim dan komoditas di Capital Economics, Hamad Hussain, mengatakan bahwa "FOMO" sedang merayap ke dalam perdagangan emas, sehingga semakin sulit untuk menilai logam mulia secara objektif. Ia memperkirakan harga akan terus naik, meskipun laju kenaikan akan melambat karena faktor-faktor pendorong utama melemah.
NEXT ARTICLE
Rupiah Melemah di Level Rp16.587 Pagi ini