Monday, October 13, 2025
home_banner_first
KESEHATAN

Psikolog Ingatkan Batasan Curhat ke ChatGPT

Mistar.idSenin, 13 Oktober 2025 05.00
RE
psikolog_ingatkan_batasan_curhat_ke_chatgpt

Ilustrasi. (The Horizons Tracker/Mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Berbicara mengenai perkembangan teknologi, salah satu yang paling banyak digunakan masyarakat saat ini adalah ChatGPT. Chatbot berbasis AI ini kerap dijadikan teman curhat bagi sebagian orang.

Meski praktis dan mudah diakses, psikolog klinis Agata Ika Paskarista, M.Psi menegaskan bahwa ada batasan dalam menggunakan AI sebagai tempat untuk mencurahkan perasaan.

“Kalau tujuannya hanya untuk menyalurkan apa yang dirasakan, mungkin AI bisa membantu. Tapi kalau semua validasi emosi atau keputusan hidup hanya diminta dari AI, itu sudah tidak tepat,” ujar Agata kepada detikcom dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Sabtu (11/10/2025).

Menurutnya, AI memang mampu memberikan respons yang terasa menenangkan, namun tidak bisa memberikan pemahaman mendalam layaknya tenaga profesional.

Terlebih bagi individu dengan kondisi mental pada level sedang hingga berat, konsultasi dengan psikolog atau psikiater tetap menjadi hal yang penting.

“Untuk yang sudah di level sedang ke atas, harus ada pendampingan dari profesional. Jangan sampai ada pemikiran untuk menyakiti diri sendiri justru divalidasi oleh AI,” ujarnya.

Agata menambahkan, AI bersifat membantu, bukan menggantikan peran manusia dalam menangani masalah kesehatan mental. Dalam banyak kasus, terapi psikologis tidak hanya soal bercerita, melainkan juga melibatkan metode khusus yang membutuhkan keahlian profesional.

“AI itu bermanfaat, tapi bukan pengganti. Karena menangani kondisi mental tidak cukup hanya dengan cerita, ada terapi tertentu yang harus dilakukan,” tuturnya.

Ia juga mengingatkan agar masyarakat lebih berhati-hati memilih tempat dan orang dalam berbagi cerita.

“Kalau memang tidak ada orang terdekat yang bisa dipercaya, carilah komunitas yang fokus pada isu kesehatan mental,” ujar Agata.

Menutup pernyataannya, Agata menilai bahwa AI belum bisa disebut sebagai support system.

“Apakah AI bisa disebut support system? Rasanya tidak, karena bentuknya bukan manusia. Support system itu harusnya tetap dari manusia yang bisa memberikan empati nyata,” katanya.[]