Putusan MK Gratiskan SD dan SMP, Pengamat: Alihkan Anggaran Program Makan Bergizi

Pengamat Anggaran dan Kebijakan Publik Sumatera Utara, Elfenda Ananda. (f: susan/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Pengamat Anggaran dan Kebijakan Publik Sumatera Utara, Elfenda Ananda, menilai pemerintah perlu menentukan skala prioritas anggaran nasional menyusul keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pendidikan gratis untuk jenjang SD dan SMP, baik negeri maupun swasta.
Menurutnya, ketimbang memaksakan program makan bergizi gratis yang pelaksanaannya kerap menimbulkan persoalan di lapangan, lebih baik anggaran program tersebut dialihkan untuk mendukung implementasi keputusan MK.
“Keputusan MK ini bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan. Saya melihat lebih positif jika program makan bergizi gratis dihapus dan anggarannya dialihkan untuk menjamin pendidikan gratis sebagaimana yang diamanatkan putusan MK,” ujarnya kepada Mistar, Rabu (4/6/2025).
Elfenda menilai, keputusan MK merupakan langkah maju dalam peningkatan kualitas pendidikan dasar di Indonesia. Namun tantangan utamanya terletak pada kesiapan anggaran dan implementasi kebijakan tersebut di lapangan.
“Dari sisi pembiayaan, ini akan menjadi pekerjaan besar bagi pemerintah, karena selama ini pun alokasi 20 persen anggaran untuk pendidikan belum sepenuhnya terealisasi dengan baik,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, anggaran pendidikan kerap menjadi ajang tarik-menarik kepentingan. Bahkan anggaran di Kementerian Pendidikan untuk jenjang dasar dan menengah hanya mencakup sebagian kecil dari total anggaran pendidikan nasional, sisanya tersebar di berbagai instansi, termasuk dana desa.
Menurutnya, putusan MK juga dilandasi oleh adanya ketimpangan akses dan pembiayaan antara sekolah negeri dan swasta. Di sisi lain, daya tampung sekolah negeri belum memadai untuk menampung seluruh siswa.
“Namun sekolah swasta juga tidak serta merta langsung mendapat pembiayaan dari negara. Harus ada syarat dan standar yang mereka penuhi agar bisa mengakses dana pendidikan ini,” jelas Elfenda.
Ia menekankan agar pemerintah pusat benar-benar memastikan implementasi keputusan MK berjalan, bukan hanya menjadi simbol atau wacana belaka.
“Ini menjadi catatan penting bagi pemerintah agar keputusan ini tidak hanya indah di atas kertas, tapi benar-benar diwujudkan,” ujarnya.
Elfenda juga menyoroti bahwa selama ini, pagu anggaran pendidikan merupakan yang terbesar di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Namun, banyak daerah masih sangat tergantung pada dana transfer dari pusat.
“Dari 33 kabupaten/kota di Sumut, hanya Kota Medan yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih besar dibanding dana transfer dari pusat. Ini yang perlu jadi perhatian. Pemerintah pusat harus mendorong daerah agar lebih berdaya dalam mendukung kebijakan pendidikan,” jelasnya.
Ia menyatakan keputusan MK patut diapresiasi sebagai bentuk pemenuhan kewajiban negara terhadap warganya. Namun, implementasi di lapangan harus konsisten dan berbasis pada perencanaan anggaran yang efisien dan terukur.
“Anggaran negara harus dikelola berdasarkan prioritas yang jelas. Pendidikan adalah hak masyarakat yang tidak bisa ditawar. Walau berat dari sisi pembiayaan APBN, namun negara wajib memastikan akses pendidikan dasar tetap menjadi yang utama,” pungkas Elfenda. (susan/hm24)