Friday, August 8, 2025
home_banner_first
EDUKASI

Monumen Medan Area Terlantar: Simbol Perjuangan yang Terkubur Ketidakpedulian

journalist-avatar-top
Kamis, 7 Agustus 2025 19.49
monumen_medan_area_terlantar_simbol_perjuangan_yang_terkubur_ketidakpedulian

Monumen Perjuangan Medan Area atau yang lebih dikenal sebagai Tugu Apollo di simpang Jalan Sutomo dan Jalan Veteran, Kota Medan. Kini kondisinya memprihatinkan dan jauh dari kesan monumen perjuangan. (foto:ari/mistar)

news_banner

Medan , MISTAR.ID

Di tengah geliat pembangunan Kota Medan, sebuah monumen bersejarah berdiri terlupakan di persimpangan Jalan Sutomo dan Jalan Veteran.

Masyarakat mengenalnya sebagai Tugu Apollo, namun sejatinya, monumen ini adalah Monumen Perjuangan Medan Area, simbol perlawanan rakyat terhadap kembalinya penjajah Belanda pada tahun 1945-1949.

Monumen ini kini tak lebih dari penanda jalan yang kumuh, dipenuhi sampah, aroma tak sedap, dan gelandangan yang berlindung di bawahnya. Padahal, tugu ini menjadi saksi heroiknya Pertempuran Medan Area, ketika rakyat dan pemuda bersatu melawan Sekutu dan NICA.

Terabaikan Puluhan Tahun

Tugu Medan Area, yang diperkirakan dibangun sekitar tahun 1974, kini tampak kusam, tersembunyi di antara bangunan, dan luput dari perhatian pemerintah. Lokasinya yang strategis di jantung kota, dekat Pasar Sentral tak menjamin perawatan yang layak.

“Sudah bertahun-tahun tidak terurus. Bahkan dijadikan tempat istirahat gelandangan atau petugas parkir,” ujar Safriadi (54), tukang becak motor di sekitar lokasi.

Hal senada disampaikan Arsyad (62), pedagang barang bekas di kawasan itu. Ia menyebutkan bahwa tidak ada larangan, himbauan, atau upaya perawatan dari pemerintah.

“Kadang pagi ada truk penyiram tanaman lewat, tapi tidak ada yang membersihkan. Monumen ini jadi sekadar pemisah jalan saja,” ucapnya.

Krisis Kesadaran Sejarah

Dosen Sejarah Universitas Sumatera Utara (USU), M. Aziz Riski Lubis, menyayangkan rendahnya kesadaran masyarakat dan pemerintah dalam merawat monumen perjuangan. Menurutnya, kondisi ini mencerminkan krisis nasionalisme dan peluruhan ingatan kolektif.

“Tugu ini didirikan untuk mengenang pertempuran Medan Area. Masyarakat harus memahami dan merawatnya, apalagi letaknya di pusat kota,” kata Aziz, Senin (4/8/2025).

Ia menilai, dengan revitalisasi yang tepat, monumen ini bisa dijadikan pusat kegiatan edukatif atau budaya, bukan sekadar hiasan jalan yang terabaikan.

Pemerintah Dianggap Melecehkan Warisan

Pengamat lingkungan Sumatera Utara (Sumut), Jaya Arjuna, menilai terbengkalainya Tugu Medan Area sebagai bentuk pelecehan terhadap nilai sejarah dan buah pikir kolektif masyarakat.


Tugu Apolo Medan untuk mengenang perjuangan pahlawan di Pertempuaran Medan Area. (foto:kaldera/mistar)

“Monumen ini bisa dihidupkan dengan aktivitas kreatif malam hari, jadi ruang publik yang hidup, bukan tempat sampah PKL,” tuturnya.

Ia menegaskan, pemerintah tidak pernah serius memberdayakan monumen ini, bahkan setelah beberapa kali pergantian wali kota. Menurutnya, digitalisasi informasi sejarah bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran generasi muda.

“Anak muda banyak yang tidak tahu sejarahnya. Seharusnya ada sosialisasi, edukasi digital, dan tentu, perbaikan estetika,” kata Jaya.

Jejak Sejarah Tugu Apollo

Guru Besar Universitas Negeri Medan, Prof. Dr. Erond Litno Damanik, menjelaskan bahwa monumen ini bukan sekadar bangunan, tetapi titik awal Pertempuran Medan Area.

Menurutnya, wilayah itu dahulu merupakan lokasi Gedung Wilhelmina Pension, markas Sekutu yang kemudian diserang pejuang Indonesia karena mengibarkan bendera Belanda.

“Pertempuran bermula di situ, karena itu tugunya dibangun di sana. Monumen ini punya nilai historis tinggi,” kata Erond.

Ia menyebutkan nama-nama pejuang seperti Bejo, Zainul Arifin, Matheus Sihombing, hingga Batu Sihombing yang terlibat dalam pertempuran tersebut.

Namun kini, lanjutnya, perhatian terhadap monumen di era reformasi makin menurun.

“Kita hadapi krisis nasionalisme. Pemuda makin jauh dari sejarah bangsanya sendiri,” ujarnya.

Pemprov Sumut Imbau Pemda Bertindak

Menanggapi kondisi ini, Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disbudparekraf) Sumut, Yudha Pratiwi Setiawan, mengatakan pihaknya mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk lebih aktif merawat monumen bersejarah.

“Kami imbau agar ikon-ikon daerah seperti ini dijaga. Itu aset sejarah yang bisa jadi potensi wisata budaya,” ujarnya kepada Mistar, Rabu (6/8/2025).

Ia menambahkan, pihaknya tengah mempersiapkan festival museum dalam rangka peringatan HUT RI tahun ini, sebagai bagian dari upaya menumbuhkan kesadaran sejarah di kalangan masyarakat. ((ari/iqbal/hm16)

REPORTER: