Gagal Lolos Jalur Domisili, Puluhan Siswa di Simalungun Terancam Tidak Sekolah

Ilustrasi. (f: radar kediri/mistar)
Simalungun, MISTAR.ID
Sebanyak 87 calon siswa di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, gagal diterima di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) setelah mengikuti proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025. Hasil seleksi diumumkan pada 28 Mei 2025, dan banyak siswa yang mengikuti jalur domisili dinyatakan tidak lulus.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang tua, mengingat SMAN 1 Girsang Sipangan Bolon adalah satu-satunya sekolah negeri di kecamatan tersebut. Pilihan lain adalah sekolah di luar daerah, seperti Pematangsiantar, yang sulit dijangkau karena kendala ekonomi dan geografis.
Kepala Sekolah SMAN 1 Girsang Sipangan Bolon, Ridwan Tampubolon, mengatakan hasil kelulusan bukan merupakan kewenangan pihak sekolah.
“Sekolah hanya memverifikasi berkas pendaftaran calon siswa. Penentuan kelulusan sepenuhnya wewenang Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara,” ujar Ridwan saat ditemui, Minggu (1/6/2025).
Ridwan menambahkan, pihaknya mengikuti seluruh petunjuk teknis dari Dinas Pendidikan, termasuk untuk jalur domisili, di mana nilai rapor menjadi faktor utama penentu kelulusan, bukan semata jarak rumah ke sekolah.
“Dari 165 pendaftar di jalur domisili, hanya 87 orang yang diterima. Sementara itu, jalur afirmasi menerima 86 orang dan jalur perpindahan orang tua (mutasi) hanya 2 orang,” katanya.
Sejumlah orang tua menyampaikan kekecewaannya atas hasil tersebut. Mereka menilai sistem tidak sepenuhnya memprioritaskan faktor domisili sebagaimana dijanjikan.
“Kami bingung, anak yang rumahnya hanya 71 meter, 252 meter, dan 390 meter dari sekolah malah tidak lulus. Katanya jalur domisili, tapi sepertinya nilai rapor yang diutamakan,” keluh Naibaho, salah satu orang tua siswa.
Nainggolan, orang tua siswa lainnya, juga mengungkapkan kekhawatiran. Ia mengatakan jika anak-anak harus melanjutkan sekolah ke SMA swasta di luar daerah, maka beban ekonomi terlalu berat untuk ditanggung.
“Kami kebanyakan petani dan nelayan. Tak sanggup biaya sekolah ke luar daerah. Anak kami juga bukan penerima KIP atau PKH. Kami mohon kepada Bapak Gubernur agar sistem ini ditinjau ulang. Anak-anak kami terancam putus sekolah,” ucapnya.
Meski demikian, pihak sekolah masih membuka harapan melalui gelombang kedua SPMB 2025, yakni melalui jalur prestasi, sebagai kesempatan terakhir bagi siswa yang belum lulus. (hamzah/hm24)
PREVIOUS ARTICLE
Delapan Keutamaan Puasa Dzulhijjah yang Sayang Dilewatkan