Saturday, November 1, 2025
home_banner_first
NASIONAL

BMKG Dorong Transformasi Sistem Peringatan Dini Dunia di Kongres WMO

Mistar.idSabtu, 1 November 2025 07.00
FN
bmkg_dorong_transformasi_sistem_peringatan_dini_dunia_di_kongres_wmo

Ilustrasi, BMKG Dorong Transformasi Sistem Peringatan Dini Dunia di Kongres WMO. (foto:dokumentasibmkg/mistar)

news_banner

Pematangsiantar, MISTAR.ID

Indonesia menegaskan komitmennya untuk memperkuat sistem peringatan dini global dalam menghadapi peningkatan risiko bencana hidrometeorologi akibat perubahan iklim. Hal ini disampaikan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, dalam Kongres Luar Biasa Organisasi Meteorologi Dunia (WMO Extraordinary Congress/Cg-Ext) yang berlangsung di Jenewa, Swiss, baru-baru ini.

Kongres istimewa ini mempertemukan 193 negara anggota WMO untuk merumuskan langkah strategis mempercepat penerapan Global Early Warning System yang lebih tangguh, adaptif, dan inklusif.

Sebagai Permanent Representative Indonesia untuk WMO, Dwikorita memimpin langsung delegasi Indonesia yang terdiri dari pejabat tinggi BMKG. Dalam forum tersebut, ia menekankan pentingnya memperkuat kolaborasi global guna mentransformasi sistem peringatan dini menjadi mekanisme aksi dini (early action) yang berorientasi pada keselamatan masyarakat.

“Sistem peringatan dini tidak boleh berhenti di tahap penyampaian informasi. Informasi tersebut harus segera diterjemahkan menjadi tindakan yang menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerugian,” tutur Dwikorita dalam siaran pers yang dilansir dari situs resmi BMKG, Sabtu (1/11/2025).

Empat Pilar Sistem Peringatan Dini Global

Dwikorita menjelaskan bahwa efektivitas sistem peringatan dini bergantung pada empat pilar utama inisiatif Early Warnings for All (EW4All), yaitu:

1. Pengetahuan risiko,

2. Pemantauan dan peringatan teknis,

3. Diseminasi informasi yang mudah dipahami,

4. Kesiapsiagaan untuk bertindak.

Keempat pilar tersebut harus bersinergi membentuk rantai operasional yang utuh—dari analisis risiko, prakiraan berbasis dampak (Impact-Based Forecasting/IBF), hingga koordinasi lintas lembaga agar keputusan cepat dapat diambil di lapangan.

AI dan Sistem Multi-Bahaya Jadi Kunci Transformasi

Indonesia menilai transisi dari early warning menuju early action hanya dapat tercapai jika sistem peringatan dini multi-bahaya (Multi-Hazard Early Warning System/MHEWS) diperkuat secara berkelanjutan.

BMKG terus mengembangkan sistem peringatan berbasis risiko agar setiap potensi cuaca ekstrem, gelombang tinggi, atau bencana hidrometeorologi lain bisa direspons lebih cepat dengan langkah mitigasi konkret.

Kongres juga menyoroti peran kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam meningkatkan akurasi prakiraan cuaca dan mengurangi kesenjangan digital, terutama di wilayah tropis dan kepulauan yang masih minim data observasi.

“Integrasi AI dalam sistem prakiraan global diharapkan mempercepat deteksi, memperluas jangkauan layanan, dan memperkuat kemampuan negara berkembang untuk mengambil keputusan berbasis sains,” ujar Dwikorita.

Dukungan Indonesia pada Resolusi Global Greenhouse Watch

Selain isu peringatan dini, Kongres menghasilkan resolusi penting mengenai implementasi Monitoring Gas Rumah Kaca Global (Global Greenhouse Watch).

Delegasi Indonesia berperan aktif memberikan masukan agar kebijakan global tetap memperhatikan kemampuan implementasi di tingkat nasional.

Dwikorita menekankan perlunya penguatan kapasitas negara anggota, interoperabilitas data, dan kesetaraan akses terhadap infrastruktur observasi agar pemantauan global berjalan adil dan efektif.

WMO juga memperkuat WMO Coordination Mechanism (WCM) sebagai wadah kolaborasi teknis bagi negara-negara rentan dan terdampak konflik untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan interoperabilitas sistem peringatan.

Momentum 75 Tahun WMO: Arah Baru Kolaborasi Iklim Dunia

Tahun 2025 menandai 75 tahun berdirinya WMO, menjadi momen refleksi bagi seluruh negara anggota untuk membangun masa depan sistem peringatan global yang inklusif dan adaptif terhadap perubahan iklim.

“Indonesia berkomitmen memperkuat sistem peringatan dini multi-bahaya yang tangguh dan inklusif, serta memperkuat kolaborasi regional di bawah WMO Regional Association V (South-West Pacific),” ungkap Dwikorita.

Kerja Sama Strategis dengan China Meteorological Administration

Di luar sidang Kongres, BMKG juga mengadakan pembicaraan bilateral dengan China Meteorological Administration (CMA) untuk memperkuat kapasitas sumber daya manusia dan teknologi di bidang AI.

Kerja sama ini meliputi penerapan AI untuk mempercepat dan meningkatkan akurasi sistem peringatan dini multi-bahaya, serta pemanfaatan satelit Feng Yun guna memperkuat sistem observasi cuaca, terutama di wilayah tropis dan kepulauan seperti Indonesia.

“Kerja sama dengan CMA menjadi langkah penting untuk transfer teknologi dan peningkatan kapasitas SDM Indonesia. Ini akan memperkuat sistem peringatan dini nasional agar semakin cepat, akurat, dan terintegrasi,” tutur Dwikorita mengakhiri. (*/hm27)

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN