Emrus Sihombing: Demonstrasi Bisa Perkuat Demokrasi, tapi Ricuh Rugikan Indonesia

Akademisi dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing demonstrasi menimbulkan dampak ganda (foto:istimewa/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Gelombang demonstrasi yang beberapa waktu terakhir marak terjadi dinilai membawa dampak ganda. Akademisi dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, menyebutkan bahwa di satu sisi, tuntutan mahasiswa untuk kesejahteraan rakyat dan penegakan keadilan bisa memperkuat kualitas demokrasi. Namun di sisi lain, kericuhan hingga pengrusakan justru memperburuk citra Indonesia di mata internasional.
“Kalau sepanjang yang dituntut itu untuk kesejahteraan umum dan penegakan keadilan, yang diuntungkan rakyat dan negara. Tapi ketika demonstran merusak, bikin chaos, bahkan ada penjarahan, bukan hanya individu yang rugi, tapi bangsa kita juga. Karena diekspos di media internasional juga kan,” ujarnya kepada Mistar, Rabu (10/9/2025).
Ia menegaskan, kerugian terbesar justru terletak pada persepsi global terhadap demokrasi Indonesia. “Kemudian saya melihat di dunia internasional, termasuk diaspora Indonesia relatif kecewa terhadap adanya korban itu ya,” tuturnya.
Karena itu, ia menilai langkah paling penting saat ini adalah memastikan peristiwa serupa tidak terulang. Solusi yang ditawarkan adalah memperkuat dialog kebangsaan secara berkesinambungan.
“Dialog kebangsaan jangan dilakukan hanya ketika ada masalah, tapi terus-menerus. Persoalan bangsa berkembang, manusia dinamis, maka komunikasi harus dilakukan secara berkelanjutan,” ujar Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran itu.
Ia juga menyinggung langkah Presiden Prabowo Subianto yang telah menginisiasi dialog nasional dengan mengundang ketua umum partai politik, organisasi kepemudaan lintas iman, hingga tokoh agama. “Itu sudah langkah baik. Tapi jangan berhenti. Dialog harus menjadi budaya politik, bukan sekadar respons atas krisis,” katanya.
Menurutnya, komunikasi adalah dasar dari setiap proses pembangunan bangsa. Ia bahkan mengutip dari ayat Alkitab yang menuliskan bahwa “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.”
“Bukankah dunia ini diciptakan dengan berkomunikasi? Dalam ajaran Kristen pun penciptaan dunia disebut dengan kalimat ‘Baiklah Kita menjadikan’. Berarti lebih dari satu, dan tercipta komunikasi kan,” katanya. (Susan/hm17)