Monday, September 1, 2025
home_banner_first
MEDAN

AJI Indonesia Kecam Kekerasan dan Pembungkaman Jurnalis Saat Liput Demo

journalist-avatar-top
Senin, 1 September 2025 14.02
aji_indonesia_kecam_kekerasan_dan_pembungkaman_jurnalis_saat_liput_demo

Sejumlah wartawan meletakkan kartu pers dan peralatan liputan sebagai bentuk protes terhadap aksi kekerasan terhadap jurnalis saat unjuk rasa di depan Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Selasa (7/7). (Foto: Antara/Mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam tindakan pembungkaman dan kekerasan terhadap jurnalis saat melakukan peliputan aksi demonstrasi ricuh yang terjadi di sejumah wilayah Indonesia beberapa hari terakhir.

"AJI Indonesia mengecam kekerasan dan intervensi yang dialami jurnalis serta media dalam meliput aksi berdarah pada 25–30 Agustus 2025 lalu," ucap Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, dalam siaran pers yang diterima Mistar, Senin (1/9/2025).

Menurutnya, tindakan pembungkaman dan kekerasan yang dialami jurnalis tersebut terjadi bersamaan dengan kebrutalan petugas pengamanan ketika menangani eskalasi aksi unjuk rasa di pelbagai daerah yang diiringi dengan perbuatan penjarahan.

"Situasi ini tidak hanya merugikan warga, tetapi juga menempatkan jurnalis pada posisi rentan saat meliput. Aspirasi warga direspons brutal oleh aparat kepolisian dengan tembakan gas air mata, kendaraan rantis milik Brimob menabrak dan melindas ojek online, kekerasan, pengeroyokan, serta penangkapan warga, tak terkecuali jurnalis," ujar Nany.

Nany membeberian, sepanjang 1 Januari hingga 31 Agustus 2025 setidaknya telah terjadi 60 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media, termasuk intimidasi, teror, dan serangan siber ke website maupun akun media sosial (medsos).

"Sebagian besar serangan dan kekerasan tersebut pelakunya diduga berasal dari institusi kepolisian dan militer," katanya.

Sementara dalam sepekan terakhir, AJI Indonesia menerima sejumlah laporan tindakan kekerasan terhadap jurnalis saat meliput aksi demonstrasi di Gedung DPR dan Mako Brimob, Kwitang, Jakarta.

"Jurnalis foto Antara bernama Bayu Pratama S. mengalami kekerasan saat meliput unjuk rasa di Gedung DPR pada Senin (25/8/2025). Kemudian dua jurnalis foto dari Tempo dan Antara dipukul orang tidak dikenal saat meliput unjuk rasa di sekitaran Mako Brimob pada Kamis (28/8/2025) malam," ucap Nany.

Jurnalis Jurnas.com, lanjut Nany, juga mengalami tindakan intimidatif ketika meliput aksi unjuk rasa di Gedung DPR pada Kamis (28/8/2025) malam.

"Kemudian pada Sabtu (30/8/2025) malam, dua jurnalis Tribun Jambi terperangkap di Gedung Kejaksaan Tinggi Jambi saat memantau kerusuhan aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Jambi. Lalu, pada Minggu dini harinya, mobil operasional Tribun News yang diparkir di Kejati Jambi dibakar massa anarkis," lanjutnya.

Tak hanya itu, pada Minggu (31/8/2025) dini hari, jurnalis TV One ditangkap, dipukul, dan diintimidasi saat melakukan siaran langsung melalui akun medsosnya. Selain itu, pers mahasiswa disiram air keras saat meliput di Polda Metro Jaya.

"Kasus-kasus tersebut menambah daftar panjang tindakan kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Padahal, di tengah gejolak politik dan sosial yang memanas, publik membutuhkan liputan yang akurat, independen, dan terpercaya," tutur Nany.

Nany melanjutkan, kebebeasan pers di Indonesia juga terancam saat jurnalis dan media diimbau untuk menyajikan pemberitaan yang sejuk dan damai serta tidak melakukan siaran langsung.

"Jurnalis dan media di Indonesia juga mengalami pelarangan serta pembatasan yang dilakukan oleh individu maupun lembaga pemerintah. Media harus bisa bekerja tanpa tekanan dari pihak mana pun agar demokrasi dan kebebasan berekspresi tetap terjaga," kata dia.

Oleh karena itu, AJI Indonesia mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama aksi demonstrasi berlangsung.

"AJI Indonesia juga mendesak APH untuk menangkap dan mengadili para pelaku kekerasan terhadap jurnalis termasuk aparat yang turut terlibat. Kami juga mengingatkan seluruh pihak menghormati kerja jurnalistik, tidak menghalangi-halangi jurnalis dalam memberitakan informasi aksi demonstrasi kepada publik," ujar Nany.

Nany menyebut, upaya pembungkaman jurnalis dan media merupakan praktik represif pada masa Orde Baru. AJI Indonesia menegaskan kebebasan pers merupakan syarat demokrasi, bukan barang yang dapat dinegosiasikan. (deddy/hm20)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN