Operasi Gabungan Asia Tangkap Ribuan Penipu Digital Lintas Negara

Ilustrasi penipuan dilakukan secara digital (f:ist/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Operasi besar-besaran melawan jaringan penipuan lintas negara berhasil menjaring lebih dari 1.800 tersangka di tujuh negara Asia. Aksi gabungan yang dilakukan selama sebulan penuh sejak 28 April hingga 28 Mei ini melibatkan otoritas dari Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, Malaysia, Maladewa, Thailand, dan Makau.
Dari hasil operasi tersebut, lebih dari 33.900 individu kini sedang dalam proses pemeriksaan karena diduga terlibat dalam berbagai skema penipuan yang merugikan ribuan korban. Usia mereka bervariasi, mulai dari remaja 14 tahun hingga lansia berusia 81 tahun.
Menurut laporan Channel News Asia (CNA), para tersangka diyakini terkait dalam lebih dari 9.200 kasus penipuan, termasuk penipuan yang menyamar sebagai pejabat pemerintah, investasi palsu, penyewaan fiktif, hingga penipuan bermodus asmara online.
Pihak Kepolisian Singapura (SPF) mencatat bahwa total kerugian korban dari berbagai skema ini mencapai lebih dari S$289 juta atau sekitar Rp3,6 triliun. Tak hanya itu, sebanyak 32.600 rekening bank yang dicurigai terlibat dalam aktivitas penipuan telah dibekukan. Uang tunai senilai S$26,2 juta (Rp331 miliar) berhasil disita.
Di Singapura sendiri, 106 orang telah ditangkap dan 545 lainnya tengah diperiksa atas dugaan keterlibatan dalam lebih dari 1.300 kasus penipuan lokal. Nilai kerugian di negara tersebut diperkirakan mencapai S$39,3 juta atau sekitar Rp497 miliar.
SPF juga menyita dana sebesar S$7,69 juta (Rp97 miliar) dari ratusan rekening bank yang dibekukan. Selain itu, penyelidikan terus berlanjut untuk mengungkap kemungkinan pelanggaran lain seperti akses ilegal ke identitas digital nasional.
Kerja sama dengan Pusat Respons Penipuan Nasional Malaysia juga membuahkan hasil. Pihak Singapura berhasil mendapatkan kembali dana senilai S$19.000 (Rp240 juta) yang sebelumnya ditransfer ke rekening di Malaysia.
Direktur Departemen Urusan Komersial SPF, David Chew, menekankan pentingnya kolaborasi internasional dalam menghadapi kejahatan digital. Ia menyebut sindikat penipuan kini beroperasi tanpa mengenal batas negara, dengan taktik semakin canggih yang menyulitkan penegakan hukum konvensional.
"Tak satu negara pun bisa menangani ancaman ini sendirian. Tapi bersama, kita lebih kuat," ujar Chew, dikutip Mistar, Kamis (5/6/2025).
Ia pun mengapresiasi Operation FRONTIER, sebuah platform kerja sama antarnegara yang menghubungkan sepuluh negara termasuk Australia, Kanada, dan Indonesia. Kolaborasi ini memungkinkan aparat dari berbagai yurisdiksi untuk saling bertukar informasi dan bertindak cepat.
“Operasi ini mencerminkan keberhasilan kerja sama internasional dalam memberantas penipuan. Ini bukan hanya soal mengungkap kejahatan, tapi juga menunjukkan bahwa para pelaku tidak lagi memiliki tempat aman untuk bersembunyi,” tegasnya.
Dengan meningkatnya serangan siber dan penipuan digital di era konektivitas global, keberhasilan operasi ini menjadi peringatan sekaligus harapan: kerja sama internasional bisa menjadi kunci untuk mematahkan jaringan kejahatan lintas negara.(*/hm17)