Thursday, June 5, 2025
home_banner_first
HUKUM & PERISTIWA

Lansia Korban Penganiayaan Dijadikan Tersangka, Kinerja Polsek Bangun Dipertanyakan

journalist-avatar-top
Selasa, 3 Juni 2025 08.36
lansia_korban_penganiayaan_dijadikan_tersangka_kinerja_polsek_bangun_dipertanyakan

Saddam Sitorus selaku kuasa hukum SN Simalango, membeberkan kejanggalan penanganan kliennya (f:patiar/mistar)

news_banner

Simalungun, MISTAR.ID

Ironi penegakan hukum terjadi di Kabupaten Simalungun. Perempuan berusia 67 tahun, SN Simalango, melaporkan dugaan pengeroyokan yang menimpanya, justru ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Polsek Bangun.

Penetapan tersebut menuai protes keras dari keluarga dan kuasa hukum SN, yang menyebut proses hukum penuh kejanggalan dan terindikasi penyalahgunaan wewenang penyidik.

SN sebelumnya melaporkan dua tetangganya, Sani Ginting, 38 tahun, dan Nurcince Siboro, 40 tahun, ke Polres Simalungun pada 7 November 2023 atas dugaan pengeroyokan yang terjadi tiga hari sebelumnya di depan rumahnya.

Perkara muncul karena hubungan bertetangga tidak harmonis. Puncaknya setelah saudara Nurcince datang dan saat itu anjing SN menggonggong. Nurcince dan Sani pun tidak terima, lalu mendatangi SN, janda yang tinggal seorang diri di rumahnya.

Atas pengeroyokan itu, SN telah menyerahkan bukti visum, hasil pemeriksaan psikologis, serta gumpalan rambut yang tercabut akibat insiden turut disertakan dalam laporan.

Awalnya, Nurcince ditetapkan sebagai tersangka. Namun, nama Sani Ginting tiba-tiba hilang dari berkas perkara, dan pasal pengeroyokan ditiadakan. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar kepada keluarga.

"Apa dasar polisi menghilangkan nama terlapor pertama?" ujarnya, Selasa (3/6/2025).

Dalam perjalanan proses hukum, polisi memediasi SN dan Nurcince, tetapi buntu. SN dan keluarga bersedia berdamai, tetapi harus di hadapan pemerintah desa setempat dan penatua sekitar tempat tinggal mereka. Namun pandangan berbeda disampaikan pihak Nurcince, yakni meminta uang damai hingga puluhan juta, alasan untuk ganti rugi.

"Darimana logikanya? Seorang korban diminta uang damai, seolah-olah korban memberi uang untuk mengeroyok diri sendirilah," kata Saddam.

Mengetahui jalan damai nihil, secara mengejutkan, SN justru ditetapkan sebagai tersangka dalam laporan balik yang diajukan Nurcince ke Polsek Bangun.

Kuasa hukum SN, Saddam Sitorus, mempertanyakan logika dan prosedur penanganan kasus tersebut, termasuk penanganan satu perkara dilakukan di Polsek dan Polres. Kemudian, tidak masuk akal seorang perempuan lansia mampu melawan dua orang yang berpaut usia sangat berbeda.

“Dalam perkara yang sama, dengan saksi yang sama, bagaimana mungkin pelapor justru dijadikan tersangka? Ini sangat janggal dan patut diduga merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan, dan ada kepentingan penyidik,” ujar Saddam.

Lebih lanjut, pihak keluarga menyoroti prosedur penetapan tersangka yang dinilai melanggar KUHAP. Apalagi SP2HP dan surat penetapan tersangka diserahkan secara bersamaan pada malam hari, Minggu (8/12/2024) pukul 21.00 WIB.

Bahkan, kata Saddam, penetapan tersangka tidak tanpa ada penyidikan dan gelar perkara. Menurut Saddam, polisi tidak memikirkan hak azasi SN.

Belakangan Saddam menduga ada kepentingan pribadi oknum polisi di Polsek Bangun, hal itu diperkuat dengan kedatangan penyidik berulangkali ke rumah saksi.

“Kami mendapat informasi, salah satu penyidik sering terlihat beberapa kali berada di rumah saksi pelapor malam hari, bahkan pernah hingga sekitar pukul 4 pagi. Ini tentu menimbulkan pertanyaan tentang independensi penyidikan,” ujarnya.

Merasa keadilan tak berpihak pada korban, keluarga SN telah melaporkan dugaan pelanggaran etik dan prosedur ini ke Propam Polda Sumut, serta mendesak agar proses hukum dilakukan secara objektif dan transparan.

“Kami tidak menolak proses hukum, tapi menuntut agar dijalankan secara benar dan adil. Jangan sampai korban justru diperlakukan seperti pelaku,” tutur Saddam.

Keluarga juga meminta Mabes Polri turun tangan mengevaluasi kinerja Polsek Bangun dan menindak tegas oknum yang diduga menyalahgunakan wewenang.

“Seorang perempuan lanjut usia, korban kekerasan, malah dipenjara. Ini potret buram penegakan hukum. Bila terus dibiarkan, akan banyak warga tidak dapatkan keadilan,” ujarnya.

Sementara Kapolsek Bangun, AKP Radiaman Simarmata menyebut proses hukum sudah dilakukan dengan benar.

"Kasus itu sudah P21, selanjutnya tersangka diserahkan ke JPU Simalungun, berarti penyelidikan polisi sudah selesai," ujarnya. (patiar/hm25)

REPORTER: