Korban Kecelakaan Sampri di Samosir Tuntut Tanggung Jawab Perusahaan

Empat orang dari delapan korban kecelakaan angkutan umum PT Sampri seusai diperiksa di Polres Samosir. (foto:pangihutan/mistar)
Samosir, MISTAR.ID
Keluarga korban kecelakaan angkutan umum PT Sampri di Jalan Raya Tele, Kabupaten Samosir, Selasa (8/7/2025), menuntut pertanggungjawaban perusahaan.
Mereka mengaku hingga kini belum mendapatkan perhatian maupun bantuan dari pihak perusahaan.
Kecelakaan tersebut menewaskan satu penumpang dan menyebabkan tujuh orang lainnya mengalami luka berat. Dua korban menderita patah kaki, satu orang patah rahang, sementara empat lainnya masih menjalani perawatan intensif akibat luka serius.
Salah satu korban, Lumban Simaremare, yang mengalami patah rahang hingga harus dioperasi, mengaku kecewa.
“Sejak kecelakaan, kami hanya menunggu kepedulian mereka. Sampai hari ini belum ada satu pun upaya dari perusahaan,” ujarnya usai pemeriksaan di Polres Samosir, Rabu (24/9/2025).
Ia menambahkan, keluarga korban semakin terbebani dengan biaya pengobatan. “Kami harus berobat ke dukun patah karena biaya rumah sakit tinggi. Beberapa keluarga bahkan terpaksa berutang untuk membeli obat dan kebutuhan sehari-hari. Kalau begini, bagaimana nasib kami?” keluhnya.
Korban lainnya, Romasi Boru Simarmata (54), yang mengalami patah kaki dan gangguan penglihatan, berharap ada bantuan.
“Saya harap pihak angkutan Sampri membantu biaya perobatan, karena tidak semua ditanggung BPJS. Sampai sekarang pihak Sampri belum pernah membesuk kami,” katanya.
Hal senada disampaikan Linda Boru Sianipar (56), korban patah tulang kaki dan luka di pelipis hingga harus dioperasi. “Kami meminta pihak Sampri membantu biaya perobatan kami,” tegasnya.
Sementara itu, Rendy (16), korban dengan retak tulang pinggul, mengatakan dokter menyarankan operasi. “Saya minta pihak perusahaan Sampri membantu biaya,” pintanya.
Menanggapi hal tersebut, Kanit Laka Polres Samosir, Ipda A. Ginting menjelaskan proses hukum yang tengah berjalan.
“Apabila tidak ada perdamaian antara perusahaan dengan korban, kasus ini tetap berlanjut. Untuk biaya perawatan di rumah sakit memang ditanggung Jasa Raharja,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan ada keterbatasan tanggungan. “Jika korban memilih berobat ke dukun patah, biaya itu tidak ditanggung Jasa Raharja,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ipda Ginting menekankan bahwa kasus ini bukan hanya soal kelalaian sopir. “Perusahaan juga harus bertanggung jawab. Apakah kendaraan mereka layak jalan? Apakah dirawat secara rutin? Semua ini akan diperiksa,” katanya.
Keluarga korban menyatakan siap melaporkan PT Sampri secara resmi ke kepolisian agar kasus ini mendapat kepastian hukum. Mereka juga menuntut agar bukan hanya sopir yang diproses, tetapi juga perusahaan bila terbukti lalai.
“Kami tidak mau kejadian ini terulang. Perusahaan angkutan seharusnya memberi rasa aman, bukan malah menambah ketakutan masyarakat,” pungkas salah seorang keluarga korban. (pangihutan/hm16)