Didakwa Rugikan Negara Rp856,8 Miliar, Akuang Dituntut 15 Tahun Penjara

Terdakwa Akuang (baju kemeja putih) dan Imran (baju batik) saat menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Medan. (f:deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng, pengusaha sekaligus pemilik Koperasi Sinar Tani Makmur, resmi dituntut 15 tahun penjara atas keterlibatannya dalam perkara korupsi alih fungsi kawasan hutan lindung di Kabupaten Langkat. Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bambang dan T. Adlina di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (19/6/2025).
JPU menilai Akuang telah merugikan negara senilai Rp856,8 miliar dalam kasus penguasaan dan pengalihan fungsi Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.
“Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 tahun,” tegas JPU Bambang dalam ruang sidang utama.
Tak hanya itu, jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp1 miliar, subsider enam bulan kurungan. Lebih berat lagi, Akuang dibebankan untuk mengembalikan seluruh kerugian negara sebesar Rp856,8 miliar yang terdiri dari kerugian negara: Rp10,5 miliar, keuntungan ilegal: Rp69,6 miliar, dan kerugian perekonomian negara: Rp787,1 miliar
“Apabila terdakwa dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap tidak membayar uang pengganti, maka harta kekayaannya disita. Jika harta tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan,” kata JPU.
Dalam uraian dakwaan, JPU menjelaskan bahwa pada tahun 2013, Akuang meminta bantuan Imran kepada Kepala Desa Tapak Kuda saat it untuk menerbitkan surat keterangan tanah di kawasan suaka margasatwa. Dokumen tersebut kemudian digunakan untuk memecah dan mengajukan akta jual beli ke notaris, dengan tujuan mengubah status kepemilikan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM). Padahal, kawasan itu termasuk hutan lindung yang tidak bisa dialihfungsikan tanpa izin negara.
Akuang dinilai menikmati hasil dari penguasaan lahan secara ilegal tersebut. Sebaliknya, Imran, yang juga dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan, tidak dibebani uang pengganti karena jaksa menyatakan ia tidak menerima keuntungan pribadi dari kasus ini.
Dalam tuntutan, jaksa mengungkapkan bahwa perbuatan terdakwa tergolong memberatkan karena tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi, menguasai kawasan hutan negara, dan tidak menunjukkan iktikad baik mengembalikan kerugian negara, serta telah menikmati hasil dari lahan suaka margasatwa secara ilegal.
Adapun hal yang meringankan adalah kondisi kesehatan terdakwa yang disebut mengalami gangguan. Kedua terdakwa selama proses persidangan tidak ditahan oleh JPU, meski menghadapi ancaman hukuman berat. Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (deddy/hm17)
PREVIOUS ARTICLE
Tawuran Antar Lorong di Belawan, Warga Panik dan Cari Jalur Aman