Friday, October 10, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Utang Pemerintah Tembus Rp9.138 Triliun, Begini Respons Kemenkeu

Mistar.idJumat, 10 Oktober 2025 15.42
RA
utang_pemerintah_tembus_rp9138_triliun_begini_respons_kemenkeu

Ilustrasi utang. (foto: internet/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah pusat hingga akhir semester I 2025 mencapai Rp9.138,05 triliun. Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Suminto, jumlah tersebut masih dalam batas aman dan moderat dibandingkan negara lain.

Suminto menjelaskan nilai utang tersebut setara dengan 39,86 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka itu, kata dia, mencerminkan posisi utang yang sehat dan terkendali.

“Ini cukup rendah dan moderat dibanding banyak negara lain,” kata Suminto di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10/2025).

Ia mengatakan posisi utang Indonesia masih jauh di bawah batas maksimal 60 persen dari PDB yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

“Pemerintah mengelola utang secara hati-hati, terukur, dan sesuai kemampuan,” kata Suminto.

Dari total Rp9.138,05 triliun, Suminto menjelaskan bahwa pinjaman pemerintah mencapai Rp1.157,18 triliun yang terdiri atas pinjaman luar negeri Rp1.108,17 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp49,01 triliun.

Sementara itu, utang dari Surat Berharga Negara (SBN) menjadi komponen terbesar dengan total Rp7.980,87 triliun. Dari jumlah tersebut, SBN berdenominasi rupiah mendominasi yaitu sebanyak Rp6.484,12 triliun. Sedangkan yang berdenominasi valuta asing mencapai Rp1.496,75 triliun.

Suminto menambahkan saat ini pemerintah hanya akan merilis data utang setiap kuartal. Ia mengatakan langkah ini diambil agar statistik utang lebih kredibel dan sejalan dengan rilis data PDB oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

“Rasio utang terhadap PDB akan dihitung berdasarkan realisasi PDB yang dirilis setiap tiga bulan, bukan lagi asumsi,” ujarnya.

Meski pemerintah menilai posisi utang masih aman, sejumlah ekonom menyoroti meningkatnya beban bunga utang dan semakin sempitnya ruang fiskal.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan pajak terus melebar.Ia mencontohkan pada 2010 beban bunga utang terhadap penerimaan pajak hanya 12 persen namun kini mencapai sekitar 26 persen.

“Artinya, 26 persen penerimaan pajak digunakan untuk membayar bunga utang. Ini menunjukkan beban fiskal yang makin berat,” kata Bhima pada Sabtu (6/9/2025).

Kemenkeu mengumumkan outlook penerimaan pajak 2025 diperkirakan Rp2.076,9 triliun, sedangkan pembayaran bunga utang mencapai Rp552,8 triliun. Tahun 2026, pembayaran bunga bahkan diproyeksikan naik menjadi Rp599,4 triliun atau meningkat 8,6 persen dari tahun ini.

Bhima menilai tingginya imbal hasil obligasi pemerintah, terutama SBN tenor 10 tahun sebesar 6,9 persen, menjadi penyebab utama beban bunga yang tinggi. Ia menyebut yield tersebut lebih tinggi dibandingkan negara lain dengan rasio utang serupa seperti Filipina.

“Investor memang tertarik dengan imbal hasil tinggi, tapi konsekuensinya adalah beban fiskal makin berat,” ujarnya.

Bhima juga menilai penambahan utang belum berdampak signifikan terhadap efisiensi ekonomi. Rasio modal terhadap output tambahan (ICOR) masih tinggi, yang berarti produktivitas dari pembiayaan utang belum optimal.

“Pemerintah sebaiknya menahan proyek yang belum mendesak, seperti program makan bergizi gratis atau pengadaan alutsista, agar tidak perlu menambah utang secara berlebihan,” katanya.

Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menambahkan, rasio beban utang terhadap pendapatan atau debt service ratio (DSR) sudah mencapai 45 persen pada 2024, jauh di atas rekomendasi IMF yang hanya 25 hingga 35 persen.

“Sulit menurunkannya pada 2025 karena target pendapatan kemungkinan tidak tercapai,” tutur Awalil.

Ia juga menyoroti pembayaran bunga utang kini menjadi pos terbesar dalam belanja negara bahkan melampaui belanja pegawai.

“Selama dua tahun terakhir, pembayaran bunga utang sudah menjadi yang terbesar dalam APBN,” ucapnya.

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN