Kebijakan Pembatasan Impor BBM Berpotensi Timbulkan Persaingan Tidak Sehat

Kepala KPPU Kanwil I Medan Ridho Pamungkas. (Foto: Amita/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
KPPU Kantor Wilayah (Kanwil) I Medan menilai surat edaran Kementerian ESDM yang membatasi impor bensin nonsubsidi maksimal 10 persen dari volume penjualan 2024 berpotensi memicu praktik persaingan usaha tidak sehat dan memperkuat dominasi Pertamina.
Meskipun belum melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Kepala KPPU Kanwil I Medan Ridho Pamungkas menjelaskan kebijakan ini perlu dievaluasi.
Dari sudut pandang hukum persaingan, menurutnya kondisi ini bisa mengarah pada persaingan tidak sehat jika menimbulkan diskriminasi atau penyalahgunaan posisi dominan. Sebab, masalah ini adalah kebijakan pemerintah dan bukan tindakan langsung antar pelaku usaha.
"Kebijakan ini berpotensi menimbulkan dampak anti-persaingan, sehingga perlu dievaluasi agar tidak menimbulkan dominasi berlebihan dan tetap menjaga pilihan konsumen serta iklim investasi," kata Ridho, Selasa (23/9/2025).
Ia menekankan pentingnya evaluasi berkelanjutan agar pasar tetap kompetitif dan konsumen memiliki banyak pilihan.
Berdasarkan analisis KPPU yang disampaikan oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, pembatasan impor menyebabkan tambahan volume impor yang signifikan bagi Pertamina Patra Niaga. Sementara tambahan volume untuk perusahaan swasta sangat kecil.
Saat ini, pangsa pasar Pertamina Patra Niaga di segmen BBM nonsubsidi mencapai 92,5 persen. Sementara badan usaha swasta hanya berada di kisaran 1 hingga 3 persen.
"Keterbatasan pasokan BBM nonsubsidi telah berdampak pada berkurangnya pilihan konsumen di pasar dan memengaruhi kelancaran aktivitas ekonomi," ucapnya.
KPPU juga mengidentifikasi kebijakan ini bersinggungan dengan Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU). Salah satu indikasinya, yaitu adanya arahan agar badan usaha swasta membeli pasokan dari Pertamina jika kehabisan stok. Masalah inilah yang berpotensi menimbulkan diskriminasi dan dominasi pelaku tertentu.
Pembatasan impor ini juga dapat menimbulkan inefisiensi dan memberikan sinyal negatif bagi investasi baru di sektor hilir migas. Oleh karena itu, KPPU mendesak pemerintah untuk terus mengevaluasi kebijakan impor BBM non-subsidi secara berkala.
"Penting agar kebijakan yang diambil tetap memperhatikan keseimbangan antara tujuan stabilitas energi, efisiensi pasar, serta keberlanjutan iklim investasi," ujarnya. (amita/hm20)