Pengamat Sebut Kerusuhan di DPR Puncak Kekecewaan Publik Terakumulasi

Pengamat Sosial dan Politik Sumut, Shohibul Anshor. (Foto: Istimewa/Mistar)
Medan, MISTAR.ID
Pengamat sosial dan politik, Shohibul Anshor, menilai kerusuhan yang terjadi dari aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR maupun DPRD di Indonesia dinilai sebagai ledakan akhir dari akumulasi frustasi sosial dan ekonomi masyarakat yang telah menumpuk.
Ia mengatakan aksi penolakan kenaikan tunjangan anggota dewan hanyalah pemicu dari rangkaian masalah yang lebih kompleks. Sebab, menurutnya, kemarahan publik bukanlah fenomena yang instan.
“Aksi ini adalah kulminasi, pemicunya memang kebijakan DPR yang dianggap arogan, tetapi bahan bakarnya adalah warisan masalah pemerintahan sebelumnya. Ketidakpastian di era baru, dan kondisi ekonomi yang masih sulit dirasakan banyak orang,” ujarnya pada Mistar, Rabu (27/8/2025).
Ia menjelaskan transisi dari pemerintahan sebelumnya ke era Presiden Prabowo meninggalkan ketidakjelasan arah bagi masyarakat.
“Pemerintah menyodorkan data makroekonomi yang bagus, tetapi yang dirasakan di level akar rumput adalah tingginya biaya hidup, khususnya pangan, dan kerentanan ekonomi. Kesenjangan inilah yang memicu frustasi,” katanya.
Menanggapi pertanyaan Mistar mengenai unsur mobilisasi massa dalam aksi, Shohibul menilai fenomena tersebut sebagai kombinasi yang terjadi pada masa aksi.
“Seruan melalui media sosial oleh akun anonim seperti ‘Revolusi Rakyat Indonesia’ jelas ada unsur mobilisasinya. Namun, mobilisasi itu tidak akan efektif dan mendapatkan respons massal jika tidak ada ground atau lahan subur berupa kemarahan publik yang sudah nyata dan organik,” tuturnya.
Selain itu, ia tidak menafikan tangan-tangan tertentu yang bermain dan mengkonsolidasikan gerakan. “Tentu saja, tak mungkin ditepis adanya tangan tertentu yang bermain untuk tujuan politik tertentu pula. Siapa dan dari mana mereka, biarlah menjadi urusan orang-orang kompeten,” ucapnya.
Akademisi FISIP UMSU tersebut menyoroti sikap DPR yang dianggap tidak responsif terhadap berbagai kalangan, termasuk terhadap surat dari Forum Purnawirawan TNI, semakin memperkuat citra negatif lembaga legislatif tersebut.
“Ketika dewan dianggap tuli terhadap aspirasi dari kelompok manapun, termasuk kelompok yang dihormati seperti purnawirawan, maka kepercayaan publik pun semakin merosot. Ini bukan hanya soal uang, tapi lebih pada soal rasa hormat dan kepekaan,” kata Shohibul.
Ia menegaskan peringatan keras aras peristiwa yang menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan DPR. Pasalnya, kepercayaan publik adalah aset yang sangat mudah menguap.
“Pemerintah tidak bisa hanya berpuas diri dengan angka pertumbuhan ekonomi, tetapi harus memastikan kebijakannya inklusif dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Introspeksi mendalam, bukan hanya lewat pernyataan, tetapi dengan tindakan nyata yang mereformasi diri dan menunjukkan empati,” ucapnya. (Ari/hm18)
BERITA TERPOPULER









