Pengamat: Subsidi Upah Dinilai Lebih Efektif Dibanding Diskon Listrik

Ilustrasi BSU. (f: ist/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Pemerintah membatalkan rencana pemberian diskon tarif listrik sebesar 50 persen bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 1.300 VA ke bawah, dan mengalihkan fokus kepada pemberian Bantuan Subsidi Upah (BSU) serta sejumlah insentif lainnya.
Pengamat ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin, menilai meskipun diskon tarif listrik dapat menstimulus belanja masyarakat melalui efek propaganda yang cukup besar, BSU dinilai lebih tepat sasaran dalam membantu masyarakat menengah ke bawah.
"BSU lebih selektif karena datanya mengacu pada status ekonomi penerima. Ini membuat program subsidi lebih fokus dan tepat guna," ujarnya, Kamis (5/6/2025).
BSU yang akan disalurkan berjumlah Rp600.000 per penerima, dan ditargetkan menjangkau 17,3 juta pekerja, termasuk 565.000 tenaga honorer. Gunawan menyebut bantuan tunai ini tetap akan mendorong konsumsi masyarakat.
“Tambahan pengeluaran dari bantuan ini akan menopang belanja masyarakat, meskipun belum cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional menembus angka di atas 5 persen pada kuartal kedua,” katanya.
Menurutnya, bantuan dalam bentuk uang tunai seperti BSU memiliki dampak langsung yang lebih cepat dalam menjaga daya beli masyarakat, dibandingkan pembangunan infrastruktur yang efeknya baru terasa dalam jangka panjang.
“Kalau alokasi anggaran digunakan untuk pembangunan fisik, butuh waktu lebih lama untuk melihat dampaknya terhadap ekonomi. Tapi BSU efeknya instan,” ucapnya.
Gunawan juga menyampaikan bahwa pemerintah telah menetapkan kebijakan penyaluran BSU dan insentif lain, dan akan melakukan evaluasi terhadap keberhasilan implementasinya. Ia mengimbau masyarakat untuk menggunakan bantuan tersebut secara bijak, terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok.
“Jika kebijakan ini dijalankan dengan baik, maka dapat memberikan dampak positif dalam memulihkan daya beli masyarakat, mendorong konsumsi, serta menekan risiko inflasi, bahkan berpotensi menciptakan deflasi pada bulan Juni,” tuturnya. (amita/hm24)