Kenaikan Pangkat Teddy Indra Wijaya Ancam Meritokrasi TNI


Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya. (f: ist/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Kenaikan pangkat Letnan Kolonel (Letkol) yang diterima Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya, lulusan Akademi Militer (Akmil) 2011, menuai perhatian publik.
Direktur Indonesia Defense Watch (IDW), Malkin Kosepa, menyatakan bahwa kenaikan pangkat tersebut berisiko merusak prinsip meritokrasi dalam TNI. Menurutnya, sistem yang ada seharusnya berlandaskan pada kinerja, kompetensi, dan masa dinas yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
"Meritokrasi di dalam tubuh TNI harus dijaga ketat agar institusi ini tetap profesional dan bebas dari intervensi politik atau kepentingan tertentu. Kenaikan pangkat perwira harus didasarkan pada aturan yang jelas, bukan hanya karena jabatan prestisius di luar struktur TNI aktif," ujar Malkin dalam keterangan tertulis, Jumat (7/3/2025).
Malkin mengingatkan bahwa dasar hukum mengenai kenaikan pangkat di TNI telah diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Peraturan Panglima TNI No. 40 Tahun 2018 tentang Kepangkatan Prajurit TNI.
"Menurut regulasi tersebut, kenaikan pangkat perwira harus memenuhi persyaratan tertentu, termasuk masa dinas, pendidikan militer, dan prestasi. Oleh karena itu, promosi pangkat yang tidak mengikuti ketentuan ini dapat merusak sistem pembinaan karier dalam TNI," katanya.
Selain itu, ia menekankan bahwa posisi Sekretaris Kabinet adalah jabatan sipil yang berada dalam struktur pemerintahan, bukan bagian dari organisasi TNI.
"Dengan demikian, perwira yang ditugaskan dalam jabatan tersebut seharusnya berada dalam status perbantuan (BKO), tanpa otomatis memperoleh kenaikan pangkat di TNI. Jika aturan ini dilonggarkan, maka akan menimbulkan preseden buruk bagi sistem kepangkatan di TNI," tambahnya.
Malkin juga mengingatkan potensi implikasi hukum terkait kebijakan ini, terutama mengenai asas kesetaraan dalam promosi jabatan militer. "Dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), dinyatakan bahwa sistem merit harus menjadi dasar dalam pengangkatan, penempatan, dan promosi jabatan, termasuk bagi personel TNI yang menduduki jabatan sipil," tegasnya.
Ia menambahkan, jika prinsip meritokrasi ini diabaikan, bisa memunculkan kecemburuan di internal TNI dan melemahkan semangat profesionalisme. Malkin juga mengingatkan bahwa seorang perwira yang menjabat di posisi sipil seharusnya mundur dari dinas aktif.
"Dalam Pasal 53 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, disebutkan bahwa prajurit yang menduduki jabatan di luar struktur TNI harus mengajukan pensiun atau diberhentikan dari dinas aktif," ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa jika ada kebijakan khusus yang mengizinkan perwira untuk tetap naik pangkat dalam situasi seperti ini, harus ada dasar hukum dan argumentasi yang jelas.
"Kenaikan pangkat Seskab Teddy harus memiliki dasar hukum yang kuat dan transparan agar tidak menimbulkan persepsi negatif di kalangan prajurit maupun masyarakat sipil," ungkap Malkin.
Menurutnya, penyimpangan dari prosedur kenaikan pangkat perwira yang biasa dapat melemahkan sistem pembinaan karier di TNI. "TNI adalah institusi yang menjunjung tinggi disiplin dan hierarki. Jika sistem promosi pangkat tidak lagi berlandaskan pada standar yang jelas, maka kepercayaan terhadap sistem kepangkatan bisa hilang," tegas Malkin.
Oleh karena itu, ia meminta Panglima TNI dan institusi terkait untuk memberikan klarifikasi mengenai dasar kenaikan pangkat Letkol yang diberikan kepada Teddy Indra Wijaya.
"Transparansi dalam proses ini sangat penting untuk menjaga kredibilitas TNI di mata publik serta memastikan prinsip meritokrasi tetap menjadi pedoman utama dalam sistem kepangkatan militer," tuturnya. (rmol/hm24)
PREVIOUS ARTICLE
Menpora Promosikan Pencak Silat di PBB