Saturday, July 26, 2025
home_banner_first
SUMUT

Koalisi Lingkungan Peringatkan Krisis Ekologis di Kawasan Danau Toba

journalist-avatar-top
Sabtu, 26 Juli 2025 13.43
koalisi_lingkungan_peringatkan_krisis_ekologis_di_kawasan_danau_toba

Penggiat lingkungan Wilmar Eliezer Simanjorang. (Foto: Pangihutan/Mistar)

news_banner

Samosir, MISTAR.ID

Koalisi Lingkungan Toba Bersatu menyampaikan keprihatinan atas meningkatnya ancaman ekologis di Kawasan Danau Toba, mencakup kebakaran hutan dan lahan (karhutla), penurunan kualitas air, serta maraknya praktik illegal logging.

Dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Sabtu (26/7/2025), para penggiat lingkungan dari berbagai komunitas, lembaga adat, akademisi, dan LSM menyoroti bahwa ketiga persoalan tersebut telah menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat sekitar.

Menurut data Koalisi, sejak awal tahun 2025, luas hutan dan lahan yang terbakar telah mencapai 3.620 hektare, dengan Kabupaten Samosir mencatat kerusakan terluas sebesar 1.215 hektare. Titik-titik api masih aktif di sejumlah wilayah, mengganggu kualitas udara dan kesehatan masyarakat.

Selain itu, kualitas air Danau Toba turut memburuk. Parameter kekeruhan air (turbiditas) tercatat mencapai 200 NTU, jauh di atas ambang batas aman sebesar 25 NTU. Kondisi ini diperparah oleh erosi lahan akibat pembukaan lahan secara membakar dan penebangan liar, serta limbah domestik dan pertanian yang tidak dikelola dengan baik.

Di sisi lain, aktivitas illegal logging dilaporkan terus berlangsung di wilayah Pardomuan Nauli, Kecamatan Palipi, tanpa penindakan hukum yang optimal. Dampaknya adalah kerusakan hutan lindung, peningkatan erosi, serta pencemaran air di kawasan Danau Toba.

Mantan Pj Bupati Samosir yang kini aktif dalam gerakan penyelamatan lingkungan, Wilmar Eliezer Simanjorang, menegaskan bahwa kawasan Danau Toba tengah menghadapi krisis ekologis yang berkelanjutan.

“Kami tidak bisa tinggal diam. Jika tidak segera ditangani secara sistematis, krisis ini akan berdampak panjang pada kesehatan, ekonomi, dan masa depan masyarakat,” ujar Wilmar.

Dampak dari persoalan ini antara lain meningkatnya kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), rusaknya habitat flora dan fauna endemik, menurunnya produktivitas pertanian dan perikanan, serta melemahnya daya tarik pariwisata.

Meski sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah daerah seperti pemadaman karhutla menggunakan drone thermal dan pemantauan kualitas air oleh Dinas Lingkungan Hidup, Koalisi menilai penindakan terhadap illegal logging belum maksimal.

Koalisi Lingkungan Toba Bersatu menyampaikan sejumlah rekomendasi, di antaranya penegakan hukum tegas terhadap pelaku illegal logging, peningkatan patroli hutan, pelibatan masyarakat dalam pengawasan, reboisasi, pengelolaan limbah terpadu, serta pembangunan sistem deteksi dini dan siaga bencana berbasis masyarakat.

“Pemerintah perlu mengubah pendekatan dari reaktif menjadi preventif. Kolaborasi multipihak adalah kunci,” tutur Wilmar.

Koalisi mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk segera bertindak menyelamatkan Danau Toba dari kerusakan lebih lanjut.

“Danau Toba bukan hanya tentang lingkungan, tetapi juga identitas dan masa depan masyarakat Batak serta Indonesia secara keseluruhan,” ucap Wilmar. (pangihutan/hm25)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN