Jika Danau Toba Bisa Bicara, Apa yang Ingin Diberitahukannya?

Sebuah Kapal Motor melintas di Perairan Danau Toba. (foto: Rika/mistar)
Simalungun, MISTAR.ID
Ratusan ton ikan mati mendadak. Air Danau Toba pun mendadak keruh. Lalu, semburan lumpur muncul dari kedalaman tanah di Desa Rianiate, Kabupaten Samosir. Fenomena alam ini membuat banyak warga cemas dan para ahli mulai bicara.
Semua ini mengingatkan kita pada tragedi Danau Nyos di Kamerun, Afrika tahun 1986. Saat itu gas mematikan meledak dari dasar danau. Peristiwa itu merenggut lebih dari 1.700 nyawa manusia dan ribuan hewan.
Ironisnya, Danau Toba dan Danau Nyos punya kesamaan mendasar. Sama-sama duduk di atas gunung purba yang tampak tenang, tapi menyimpan energi geologi yang belum selesai. Kini, pertanyaannya bukan lagi apakah mungkin terjadi sesuatu, tapi apakah kita cukup siap dan sigap membacanya?
Diketahui, Gunung Pusuk Buhit yang berada di kawasan Danau Toba, merupakan kawah gunung api atau volcanic dome yang masih memiliki kegiatan pasca vulkanik, berupa kegiatan hidrotermal yang melepaskan berbagai macam gas vulkanik.
Belakangan ini, ada kecemasan yang menghantui, khususnya yang bermukim di seputaran perairan Danau Toba yakin Kabupaten Samosir, Toba, Humbahas, Kabupaten Simalungun dan daerah yang berdekatan dengan danau tawar terbesar di Asia Tenggara itu.
Kecemasan itu muncul setelah ratusan ribu ikan yang berada di perairan Danau Toba itu mati mendadak, air danau keruh dan terakhir munculnya semburan lumpur di daerah Rianiate Samosir yang menyembur dari dasar danau mirip peristiwa lumpur Lapindo.
Fenomena alam yang terjadi di perairan Danau Toba ini mendapat perhatian serius dari Ahli Geologi Senior, Ir.Jonathan Tarigan.
“Saya jadi teringat dengan tragedi Danau Nyos di Kamerun Afrika Tengah,” ujarnya membuka perbincangan dengan Mistar, Minggu (3/8/2025).
Menurutnya, gas karbon dioksida yang terakumulasi di dasar danau oleh goncangan gempa bumi bisa terlepaskan dan naik ke permukaan danau, bahkan mengalir ke kawasan permukiman di lereng bukit Danau Nyos dan pada saat itu merenggut 1.700 jiwa manusia dan 3.000 ekor sapi.
"Danau Nyos adalah sebuah danau warisan gunung purba yang menjadi terkenal setelah bencana besar terjadi pada tahun 1986. Saat itu danau tersebut melepaskan gas-gas beracun atau yang terkumpul di dasar danau yang menyebabkan kematian lebih dari 1.700 orang dan ribuan hewan," ungkap Jonathan.
Waspada Proses Geologi
Jonathan mengatakan, walaupun Danau Nyos dan Danau Toba memiliki beberapa kemiripan dalam hal geologi dan potensi bahaya, akan tetapi kedua danau itu memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal jenis letusan, skala dan potensi bahaya.
Menanggapi semburan lumpur di Rianiate Samosir itu, dia berharap, pemerintah jangan hanya retorika semata, tapi perlu sesegera mungkin untuk lebih serius secepatnya melakukan kajian ilmiah.
“Dalam hal ini, sangat diperlukan untuk segera mendapatkan hasil penelitian empiris, agar diketahui baik buruknya, agar diketahui apakah ada potensi bahayanya atau tidak, agar nantinya pemerintah dan masyarakat bisa mengambil tindakan apa yang harus dilakukan. Misalnya berupa pencegahan yang tepat,” paparnya.
Lebih jauh Jonathan mengajak kita untuk belajar dari tragedi Danau Nyos. Danau Nyos terletak di atas gunung berapi purba tidak aktif, namun masih memiliki aktivitas vulkanik yang dapat melepaskan gas-gas beracun ke dalam danau.
"Adapun gas-gas beracun dimaksud, seperti karbon dioksida dan hidrogen sulfida. Gas beracun ini berkemungkinan terkumpul di dasar danau karena proses geologi dan vulkanik yang kemudian terakumulasi dalam jumlah besar. Ini tentunya akan sangat berbahaya jika lepas secara tiba-tiba karena adanya pergeseran lempengan di perut bumi," ujar Jonathan.
Ia mengatakan, karena posisi geografis Danau Toba berada di daerah patahan Renun-Toru yang akan sangat mudah terpengaruh bila ada gempa, sehingga berkemungkinan terjadinya rongga di dasar danau.
“Seperti halnya letusan gas Danau Nyos yang terjadi pada tanggal 21 Agustus 1986, itu akibat gas beracun yang terakumulasi dengan kadar tinggi di dasar danau lepas, menyebabkan kematian massal di daerah sekitar danau. Bahkan tanaman pertanian dan lingkungan ikut jadi korban,” ujarnya mengisahkan tragedi Danau Nyos.
Ikan Bermatian di Danau Toba
Menanggapi ikan bermatian di perairan Danau Toba dan air danau keruh? Dalam hal ini, Ketua Dewan Pakar Ikatan Ahli Geologi (IAGI) Sumut itu mengimbau pemerintah provinsi dan daerah kabupaten/kota seputaran Danau Toba harus benar-benar action.
“Beberapa hari lalu, kami para ahli dan kawan-kawan peduli Danau Toba sudah diskusi tentang hal ini. Harapan kita pemerintah harus aktif,” harapnya.
“Kajian geologi dapat membantu memahami struktur dan sejarah geologi Danau Toba, termasuk potensi bahaya yang terkait dengan aktivitas vulkanik dan geologi,” imbuhnya.
Menurut Jonathan, Danau Nyos dan Danau Toba memiliki aktivitas geologi yang signifikan, termasuk perubahan kimia air danau.
Dia juga tidak menampik, keruhnya air danau tidak tertutup kemungkinan karena faktor angin puting beliung yang sangat kencang dan kemudian mengaduk-aduk permukaan air hingga ke kedalaman. Alhasil, air danau menjadi keruh.
Memang, kata dia, pusaran angin puting beliung tidak secara langsung menyebabkan air Danau Toba menjadi keruh.
"Angin puting beliung dapat menyebabkan gelombang besar. Gelombang besar itulah yang dapat mengaduk sedimen di dasar danau sehingga menyebabkan air menjadi keruh," terangnya.
Namun dari semua kemungkinan itu, dia berharap, agar kita semua jangan berandai-andai, tapi perlu sesegera mungkin melakukan penelitian atau kajian ilmiah untuk mengetahui penyebab pasti dari semua itu, termasuk penyebab ratusan ribu ekor ikan bermatian di perairan danau.
"Kita juga, harus melakukan pengawasan secara terus-menerus terhadap aktivitas vulkanik dan geologi di daerah sekitar danau, agar dapat membantu mendeteksi potensi bahaya dan mengambil tindakan pencegahan," sebut Jonathan.
"Termasuk melakukan edukasi kepada masyarakat sekitar danau bagaimana cara menghadapi berbagai hal yang tidak kita inginkan. Misalnya, melakukan identifikasi daerah-daerah yang perlu diwaspadai," tambahnya.
Untuk itu, sambung Jonathan, perlu lebih ditingkatkan kerjasama antara pemerintah, ilmuwan dan masyarakat dalam hal membantu meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bahaya dan mengurangi risiko tragedi.
Fenomena Alam Danau Toba
Seperti diketahui, angin kencang sudah berlangsung lebih 2 bulan terakhir, di hampir seluruh wilayah Sumatera Utara khususnya wilayah yang mengelilingi Danau Toba, seperti Simalungun, Toba, Samosir, Dairi dan Karo.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG Wilayah I Medan pada Juni 2025 sudah mengeluarkan peringatan dini terkait cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera Utara (Sumut).
Angin kencang terjadi dari pagi hingga siang hari. Sejumlah pohon tumbang, bahkan atap rumah warga dilaporkan beterbangan akibat kuatnya tiupan angin.
Prakirawan cuaca BMKG, Martha Manurung mengatakan fenomena alam ini dipicu oleh bibit Siklon Tropis 92W yang terpantau di wilayah Filipina.
Satu bulan sejak angin kencang berlangsung, fenomena alam yang mencemaskan terjadi di kawasan Danau Toba. Air yang berubah keruh dan kematian massal ikan di keramba jaring apung (KJA) membuat warga Samosir panik, apalagi disertai isu tak berdasar tentang letusan Gunung Toba.
Lebih dari 30 ton ikan mati mendadak. Dugaan kuat mengarah pada cuaca ekstrem, penurunan kadar oksigen, dan turbulensi air, bukan aktivitas vulkanik. Para ahli pun menepis kekhawatiran akan terjadinya letusan Gunung Toba.
Tidak lama setelah itu, tanggal 29 Juli 2025 masyarakat Toba dihebohkan oleh munculnya semburan lumpur di kawasan Sialaman, Desa Rianiate, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.
Semburan lumpur tiba-tiba muncul dari dalam tanah ketika pengeboran telah mencapai kedalaman sekitar 60 meter. Pipa paralon sebanyak 10 batang telah dimasukkan ke dalam lubang bor. Lokasi semburan lumpur berada sekitar 330 meter dari bibir Danau Toba. (maris/hm18)