Peringatan 21 Tahun Kematian, Sederet Kasus HAM yang Pernah Diperjuangkan Munir

Seorang pengunjung melihat koleksi Museum Omah Munir yang berdiri sejak 8 Desember 2013 di Jalan Bukit Berbunga, Kota Batu, Jawa Timur. (foto: kompas/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Tak terasa sudah 21 tahun aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib tiada. Ia meninggal dunia pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta menuju Amsterdam.
Hasil penyelidikan menunjukkan, Munir diracun dengan arsenik saat perjalanan tersebut. Namun hingga kini, dalang pembunuhan Munir belum pernah tersentuh hukum. Misteri itu masih menggantung, sementara publik terus menagih komitmen negara menuntaskan kasus ini.
Sebagai pendiri sekaligus Koordinator KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Munir dikenal tak gentar membela hak-hak sipil. Ia mendampingi keluarga korban, menyuarakan keadilan, dan mengadvokasi berbagai kasus pelanggaran HAM, meski kerap berhadapan dengan rezim yang berkuasa kala itu. Lalu, kasus-kasus apa saja yang pernah diperjuangkan Munir semasa hidupnya?
Kasus-kasus HAM yang pernah ditangani Munir
Berikut ini adalah kasus-kasus HAM yang pernah ditangani Munir semasa hidupnya:
Tragedi Tanjung Priok 1984
Munir terlibat sebagai penasihat hukum keluarga korban tragedi Tanjung Priok. Tragedi Tanjung Priok adalah salah satu pelanggaran berat HAM yang dialami oleh para demonstran yang menolak penerapan Pancasila sebagai asas tunggal yang diusulkan Presiden Soeharto.
Pada 14 September 1984, disebutkan bahwa terdapat 24 orang tewas dan 55 luka-luka akibat tindakan aparat keamanan yang membubarkan paksa para demonstran dengan tembakan timah panas.
Kasus Marsinah
Marsinah merupakan aktivis buruh PT CPS Sidoarjo, Jawa Timur, yang diculik dan meninggal tahun 1993. Setelah menghilang selama tiga hari, jenazahnya ditemukan di hutan yang berlokasi di Dusun Jegong, Desa Wilangan, dengan bekas-bekas tanda penyiksaan berat.
Dalam kasus ini, Munir bersama para aktivis HAM berusaha melawan Komando Daerah Militer V Brawijaya untuk memperjuangkan kasus kematian Marsinah.
Munir bersama dengan para aktivis lainnya melakukan advokasi dan investigasi terhadap kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah yang diduga dilakukan aparat militer. Munir pun ditunjuk sebagai salah satu pengacara untuk mengusut kasus Marsinah.
Kasus Penculikan 1997-1998
Tahun 1997 hingga 1998 banyak terjadi kasus penculikan, terdapat 24 orang yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut. Sebanyak 13 orang masih menghilang, sedangkan 9 aktivis dilepaskan oleh penculik.
Sembilan aktivis yang dilepaskan tersebut antara lain Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto, dan Andi Arief. Sedangkan 13 aktivis lainnya yang masih hilang, yakni:
1. Petrus Bima Anugrah (mahasiswa Universitas Airlangga dan STF Driyakara, aktivis SMID. Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998)
2. Herman Hendrawan (mahasiswa Universitas Airlangga, hilang setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998)
3. Suyat (aktivis SMID. Dia hilang di Solo pada 12 Februari 1998)
4. Wiji Thukul (penyair, aktivis JAKER. Dia hilang di Jakarta pada 10 Januari 1998)
5. Yani Afri (sopir, pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997, sempat ditahan di Makodim Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 26 April 1997.
6. Sonny (sopir, teman Yani Afri, pendukung PDI Megawati. Hilang di Jakarta pada 26 April 1997)
7. Dedi Hamdun (pengusaha, aktif di PPP dan dalam kampanye 1997 Mega-Bintang. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
8. Noval Al Katiri (pengusaha, teman Deddy Hamdun, aktivis PPP. Dia hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
9. Ismail (sopir Deddy Hamdun. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
10. Ucok Mundandar Siahaan (mahasiswa Perbanas, diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta)
11. Hendra Hambali (siswa SMU, raib saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998)
12. Yadin Muhidin (alumnus Sekolah Pelayaran, sempat ditahan Polres Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 14 Mei 1998)
13. Abdun Nasser (kontraktor, hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998, Jakarta).
Munir bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) hadir dan tampil di depan publik untuk menyuarakan pengungkapan kasus itu. Ia dengan tegas mendesak agar negara bertanggung jawab atas peristiwa penculikan. Munir juga menjabat sebagai penasihat hukum korban dan keluarga korban penculikan.
Munir juga menangani kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak yang melawan Pemerintah Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur pada 1992. Berkat jasanya membela berbagai kasus pelanggaran HAM, Munir memperoleh penghargaan The Rights Livelihood Award di Stockholm, Swedia, di bidang kemajuan HAM dan kontrol sipil terhadap militer pada tahun 2000.
Pembunuhan Munir
Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura. Dia meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.
Hasil otopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu. Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah dilakukan.
Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia. Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.
Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini. Namun, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan. Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono, yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan. (kompas/hm18)