Harga Minyak Mentah Dunia Turun, Tertekan Pasokan dan Permintaan AS

Ilustrasi kilang minyak lepas pantai. (foto: dok Kementerian ESDM/mistar)
Washington, MISTAR.ID
Harga minyak mentah dunia terpantau melemah seiring dengan kekhawatiran potensi kelebihan pasokan dan lemahnya permintaan dari Amerika Serikat (AS), konsumen minyak terbesar di dunia.
Harga minyak berjangka jenis Brent turun 14 sen atau 0,22% menjadi US$63,38 per barel seperti dilansir Reuters pada Jumat (7/11/2025). Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat turun 17 sen atau 0,29% menjadi US$59,43 per barel.
Harga minyak global tercatat turun untuk bulan ketiga berturut-turut pada Oktober, terdorong kekhawatiran kelebihan pasokan karena OPEC dan sekutunya (OPEC+) meningkatkan produksi, sementara produksi dari negara non-OPEC juga terus bertumbuh.
“Pasar terus dibayangi kelebihan pasokan yang sudah diprediksi sejak lama, yang menjadi tekanan bagi harga,” kata John Kilduff, mitra Again Capital.
Di sisi lain, lemahnya permintaan tetap menjadi fokus pasar. Dalam setahun hingga 4 November 2025, permintaan minyak global meningkat 850.000 barel per hari, di bawah proyeksi 900.000 barel per hari sebelumnya dari JPMorgan, menurut catatan bank untuk kliennya.
“Indikator frekuensi tinggi menunjukkan konsumsi minyak AS masih lesu,” tulis catatan tersebut, menyoroti aktivitas perjalanan yang rendah dan penurunan pengiriman kontainer.
Sebelumnya, harga minyak turun setelah Energy Information Administration AS melaporkan stok minyak mentah naik 5,2 juta barel menjadi 421,2 juta barel pekan lalu.
“Rendahnya tingkat operasional kilang menunjukkan permintaan minyak mentah di AS tidak kuat saat ini akibat musim perawatan kilang yang signifikan. Hal ini secara fundamental menekan harga,” kata Kilduff.
Arab Saudi, eksportir minyak terbesar dunia, memangkas tajam harga minyak mentah untuk pembeli Asia pada Desember 2025, merespons pasar yang cukup mendapat pasokan karena peningkatan produksi OPEC+.
“Kami menilai tekanan penurunan harga minyak akan berlanjut, mendukung perkiraan kami di bawah konsensus, yakni US$60 per barel pada akhir 2025 dan US$50 per barel pada akhir 2026,” tulis Capital Economics dalam catatannya.
Di sisi lain, sanksi terbaru terhadap perusahaan minyak terbesar Rusia dua minggu lalu memicu kekhawatiran potensi gangguan pasokan, meski produksi OPEC+ meningkat, kata para analis. Sebelumnya, operasional Lukoil pada bisnis luar negeri dilaporkan mengalami kesulitan akibat sanksi.
“Ada sedikit pengaruh terhadap harga dari sanksi, tapi tidak signifikan. Berdasarkan angka, seharusnya dampaknya lebih besar, tapi pasar masih perlu diyakinkan bahwa akan ada pengaruh nyata," kata Jorge Montepeque dari Onyx Capital Group.
PREVIOUS ARTICLE
Harga Emas Galeri24 dan UBS di Pegadaian Hari JumatNEXT ARTICLE
Harga Emas UBS dan Galeri24 Kompak Naik Tipis






















