Saturday, March 29, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Rupiah Anjlok, Apakah Krisis 1998 Terulang? Ini Kata Pengamat

journalist-avatar-top
Rabu, 26 Maret 2025 14.07
rupiah_anjlok_apakah_krisis_1998_terulang_ini_kata_pengamat

Ilustrasi mata uang rupiah anjlok. (f:amita/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Kinerja mata uang rupiah sempat melemah di level Rp16.660, dan hampir setara dengan krisis tahun 1997 dan 1998.

Pengamat Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin, mengatakan indikator krisis saat ini tidak hanya dilihat dari kinerja mata uang saja.

"Meskipun melemah di posisi yang sama saat krisis, tapi situasinya berbeda dan ekonomi Indonesia masih jauh dari krisis," katanya kepada Mistar melalui pesan tertulis, Rabu (26/3/2025).

Namun jika berlanjut, maka peluang inflasi tinggi di Indonesia akan berpeluang terjadi.

"Kondisi ini memaksa Bank Indonesia melakukan intervensi. Keberhasilan intervensi meredam gejolak, akan sangat bergantung pada cadangan devisa yang dimiliki," ucapnya.

Kata Gunawan, pelemahan Rupiah paling mudah terlihat dari transaksi di pasar obligasi.

"Secara umum, pasar obligasi menjadi indikator yang akurat dalam menggambarkan kinerja mata uang rupiah. Sebulan terakhir, terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada imbal hasil obligasi 10 tahun," ujarnya.

Pertengahan Februari, imbal hasil obligasi 10 tahun berkisar 6,7 persen. Namun, saat ini berada di level 7,3 persen.

"Hal ini menunjukkan bahwa, terdapat tekanan terhadap harga obligasi yang memicu terjadinya pelemahan mata uang rupiah," tuturnya.

Sambungnya, pelemahan Rupiah kerap dikaitkan dengan sentimen tanah air, seperti defisit APBN, pembentukan Danantara, penghematan anggaran, pengesahan UU TNI, potensi perlambatan ekonomi termasuk ekspor, hingga penilaian yang kurang memuaskan dari Lembaga pemeringkat moody’s.

"Di luar sentimen internal itu, faktor eksternal justru lebih mendominasi kinerja pasar uang di Indonesia," katanya.

Paling dikhawatirkan adalah, dampak buruk perang dagang dan menyasar ekonomi di Indonesia secara langsung.

"Perang dagang memunculkan kekhawatiran terjadi inflasi tinggi dan pelemahan ekonomi yang berujung resesi. Itu juga yang membuat investor mencari tempat investasi yang benar-benar aman," ucapnya.

Gejolak pasar keuangan diikuti volatilitas tinggi, dan pasar keuangan di Indonesia mengalami tekanan akibat gejolak ekonomi global.

"Upaya meredam gejolak mata uang selain intervensi, yaitu upaya menarik kembali investor ke Indonesia," ujarnya.

Usaha lainnya adalah, mendorong terjadinya capital inflow atau melakukan diversifikasi ekspor ke negara yang bisa meredam tekanan uang keluar.

"Tentu tidak mudah, karena negara lain juga sedang mengalami kesulitan seiring memanasnya perang dagang," tuturnya.

Upaya meredam gejolak rupiah harus maksimal di semua instrumen, termasuk kerja sama bilateral penukaran mata uang asing dengan negara lain. (amita/hm25)

REPORTER:

RELATED ARTICLES