Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa Kembali di SMA, Apa Kata Ahli


Ilustrasi. (f:ist/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Rencana pemerintah untuk kembali menerapkan sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA menuai beragam reaksi dari masyarakat, terutama para pendidik.
Di satu sisi, kebijakan ini dianggap sebagai langkah mundur dari semangat Kurikulum Merdeka yang lebih fleksibel. Di sisi lain, sejumlah guru justru mendukung langkah tersebut demi memperjelas arah akademik siswa sejak dini.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyatakan bahwa penjurusan sudah tidak relevan lagi di era Tes Kemampuan Akademik (TKA).
Ia menilai, sistem peminatan yang berlaku saat ini sudah cukup untuk mengarahkan siswa memilih mata pelajaran sesuai minat dan tujuan studi lanjut mereka.
“Kalau sudah ada TKA, ya sebenarnya penjurusan sudah enggak relevan lagi secara otomatis,” kata Satriwan, Sabtu (12/4/2025) mengutip dari Kompas.
Menurutnya, siswa bisa menentukan pilihan mata pelajaran sesuai jurusan kuliah yang dituju sejak kelas 11, tanpa harus "dikotakkan" dalam penjurusan seperti dulu.
Ia juga menyayangkan perubahan kebijakan yang dianggap tidak konsisten. “P2G melihat ini adalah bentuk diskontinuitas dalam implementasi kebijakan pendidikan nasional. Seolah-olah kebijakan maju mundur, padahal substansinya tetap sama,” ujarnya.
Ia mendorong agar setiap kebijakan merujuk pada Peta Jalan Pendidikan Nasional 2025-2045 yang telah disusun sejak era Presiden Joko Widodo.
Namun, pendapat berbeda datang dari Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI). Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, menyebutkan bahwa penjurusan justru membantu siswa untuk fokus mendalami ilmu sesuai minat dan bakatnya.
"Kalau siswa tidak memiliki dasar pengetahuan yang baik, mereka akan kesulitan memilih minat secara mendalam. Penjurusan akan memberi kejelasan," ucapnya dalam keterangan tertulis, Minggu (13/4/2025).
Sementara, praktisi pendidikan Heriyanto juga melihat praktik peminatan yang saat ini berlaku belum berjalan optimal di lapangan. Ia menyoroti risiko siswa yang berubah arah minatnya di tengah jalan.
"Contohnya, siswa yang awalnya ingin masuk Kedokteran melepas pelajaran Fisika, namun di kelas XII berubah minat ke Teknik. Mereka jadi tertinggal," katanya. Heriyanto juga menekankan perlunya sinkronisasi antara kurikulum SMA dan perguruan tinggi yang masih belum terjalin dengan baik.
Ia menambahkan, “PTN pun masih mensyaratkan mata pelajaran dasar seperti Fisika, Kimia, dan Biologi di tahun pertama, meskipun mahasiswanya bukan dari jurusan teknik," ujarnya. (kcm/hm25)
PREVIOUS ARTICLE
Pemberhentian Program Sekolah Penggerak Dinilai Langkah Mundur