Netralitas BEM USU Dipertanyakan, ini Tanggapan Mahasiswa dan Akademisi


Kampus USU. (f:dok/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Dokumentasi sejumlah anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sumatera Utara (USU) menghadiri kegiatan Bakti Sosial (Baksos) Polri Presisi, menuai beragam reaksi dari mahasiswa.
Di akun instagram Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara USU, dalam kolom komentar ada postingan “Independensi BEM USU Dipertanyakan”, banyak kritik dan mosi tidak percaya atas tindakan yang dilakukan wadah aspirasi pada kampus tersebut.
Salah seorang mahasiswa FISIP USU, Fanny There menilai, kegiatan tersebut sangat mengundang sorotan publik, khususnya para mahasiswa di USU yang mempertanyakan netralitas ataupun independensi BEM tersebut.
“Walaupun itu kegiatan Ceremony, namun kawan-kawan bisa menilai, kehadiran BEM USU pada kegiatan Polri itu mengundang paradigma liar," ucap mahasiswa semester 6 itu kepada Mistar, Jumat (28/3/2025).
"Bisa jadi ada pemikiran yang negatif terkait jalinan kerjasama dalam bentuk privasi, atau hal lain sebagainya,” ujarnya menambahkan.
Menjawab hal itu, Muzammil menegaskan bahwa kehadiran mereka dalam Baksos Polri tidak akan mengurangi sikap kritis mereka terhadap kebijakan pemerintah.
“Kami tetap bergerak. Kenapa harus dipermasalahkan? Baksos ini berasal dari uang rakyat dan memang hak rakyat untuk menerimanya. Kami hanya membantu menyalurkan. Masyarakat yang menerima pun merasa terbantu,” katanya melalui keterangan tertulis.
Muzammil juga menegaskan, pihaknya selalu terbuka untuk berdiskusi dengan siapa pun yang ingin mendapatkan klarifikasi terkait keterlibatan mereka dalam acara tersebut.
“Jika ada pihak yang ingin klarifikasi, kami siap berdiskusi. Sayangnya, hingga saat ini tidak ada yang datang langsung kepada kami. Isu ini justru berkembang secara liar tanpa konfirmasi yang jelas,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial FISIP USU, Agus Suriadi mengatakan, netralitas mahasiswa merupakan konteks keberlanjutan demokrasi dan integritas lembaga pendidikan. Sehingga netralitas tersebut perlu dipertimbangkan dengan cermat.
“Menjaga netralitas dalam membantu pengurus BEM untuk tetap independen dan objektif dalam menyuarakan pendapat merupakan hal penting agar mereka dapat berfungsi sebagai perwakilan seluruh mahasiswa, bukan hanya segelintir kelompok dengan kepentingan tertentu,” tuturnya.
Menurutnya, dengan menjaga netralitas, mahasiswa dapat mencegah politisasi kampus. Kampus seharusnya menjadi ruang untuk belajar dan berinovasi, bukan menjadi arena politik yang dapat memecah belah komunitas.
“Jika pengurus BEM terlihat berpihak, mereka mungkin kehilangan dukungan dari pihak yang merasa tidak terwakili. Lebih jauh saya melihat bahwa dalam banyak kasus, kolaborasi dengan lembaga atau institusi negara dapat menghasilkan dialog konstruktif,” ujar Agus.
Baca Juga: PEMA USU Berganti jadi BEM USU
Pria 57 tahun itu menilai, hal tersebut menjadi kesempatan bagi mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi dan kritik secara langsung. Hal ini dapat mendorong kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan mahasiswa.
“Menurut saya, jika mahasiswa terlibat dalam kolaborasi, akan lahir sebuah pengalaman praktis dan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana sistem pemerintahan dan institusi bekerja,” ucapnya.
Ia menjelaskan, kolaborasi dan koordinasi dengan lembaga negara juga penting untuk menciptakan dialog yang konstruktif.
Keseimbangan antara kedua hal itu perlu dipertimbangkan dengan matang, agar pengurus BEM dapat berfungsi secara efektif sebagai jembatan antara mahasiswa dan pihak-pihak yang lebih luas. (ari/hm27)
PREVIOUS ARTICLE
KKJ Sumut Tanggapi Vonis Penjara Seumur Hidup Pembunuh Wartawan