Pembalakan Liar dan Karhutla Ancam Kaldera Toba, Aktivis Lingkungan Desak Penegakan Hukum

Wilmar Eliezer Simanjorang usai bertemu dengan Kapolres Samosir membahas masalah kerusakan kawasan hutan. (f: pangihutan/mistar)
Samosir, MISTAR.ID
Pegiat lingkungan Wilmar Eliezer Simanjorang, dan sejumlah perwakilan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan insan pers yang peduli terhadap kelestarian kawasan Danau Toba, mendatangi Kapolres Samosir untuk menyampaikan keprihatinan atas pembalakan liar dan kebakaran hutan di kawasan dinding Kaldera Toba.
Wilmar menjelaskan bahwa kedatangannya ke Mapolres Samosir, pada Senin (2/6/2025) merupakan upaya mendorong penegakan hukum atas kerusakan lingkungan yang dinilainya semakin parah dan mengkhawatirkan.
"Situasi ini sudah sangat mengkhawatirkan. Bahkan UNESCO telah memberikan 'kartu kuning' atas keberlangsungan status Geopark Kaldera Toba," ucap Wilmar.
Ia menyebut pembalakan liar semakin marak di sejumlah titik, seperti di Desa Dosroha, Kecamatan Simanindo. Selain itu, kebakaran hutan kerap melanda kawasan dinding Kaldera Toba, memperparah kondisi lingkungan yang sudah rapuh.
“Kaldera Toba harus dijaga dan dilestarikan. Jika alam rusak, bagaimana pariwisata bisa berkembang?” ujarnya.
Mantan Bupati Samosir ini, mengungkapkan selama terlibatan mengelola Geopark Kaldera Toba dari 2017 hingga 2021, banyak kendala yang belum terselesaikan, terutama dalam hal dukungan dari pemerintah provinsi.
“Saya aktif di pengelolaan geopark dari tahun 2017 hingga 2021. Salah satu kendala utama adalah minimnya perhatian dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, terutama terkait anggaran operasional,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa Geopark Kaldera Toba bukan hanya tanggung jawab Kabupaten Samosir, melainkan aset global yang memerlukan kolaborasi lintas lembaga dan wilayah dalam pelestariannya.
Selain isu pembalakan liar dan kebakaran hutan, Wilmar juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap kelompok perhutanan sosial yang melakukan penyadapan getah pinus di wilayah Samosir.
“Kita tahu, getah pinus sekarang sudah menjadi bisnis besar. Namun yang bermain justru banyak pihak dari luar Samosir yang kurang peduli terhadap keselamatan lingkungan,” ujarnya.
Menurutnya, penyadapan getah pinus yang tidak dilakukan secara ramah lingkungan dapat mempercepat kerusakan hutan, apalagi jika tidak disertai dengan pengawasan ketat dari pihak pemberi izin.
“Tanpa pengawasan ketat, kegiatan penyadapan getah pinus dapat mempercepat kerusakan hutan,” terang Wilmar.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa dalam waktu dekat, pihaknya bersama sejumlah LSM dan awak media akan melakukan investigasi mendalam terhadap aktivitas pembalakan liar yang terjadi di kawasan Kaldera Toba.
Hasil investigasi itu akan disusun sebagai laporan resmi kepada aparat penegak hukum (APH) agar dapat ditindaklanjuti secara tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Wilmar berharap langkah tersebut menjadi peringatan keras bagi para pelaku pembalakan liar untuk segera menghentikan aktivitas ilegal yang merusak lingkungan.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat Samosir untuk aktif dalam menjaga kelestarian Kaldera Toba, sebagai warisan geologis dunia yang bernilai tinggi dalam aspek lingkungan, budaya, dan pariwisata.
“Kita semua punya tanggung jawab moral dan hukum untuk menjaga warisan ini. Jangan tunggu sampai hilang baru kita menyesal,” ujarnya. (pangihutan sinaga/hm17)