Monday, September 1, 2025
home_banner_first
MEDAN

Ketua LPA Sumut Imbau Orang Tua Awasi Akses Informasi Anak

journalist-avatar-top
Senin, 1 September 2025 10.01
ketua_lpa_sumut_imbau_orang_tua_awasi_akses_informasi_anak

Anggota DPRD Sumut, sekaligus Ketua Lembaga Perlindungan Anak Sumut, Muniruddin Ritonga. (Foto: Istimewa/Mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) yang juga Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumut, Munirrudin Ritonga, mengimbau para orang tua agar lebih ketat mengawasi akses informasi anak, terutama terkait konten kekerasan yang beredar di media sosial.

Menurut Munirrudin, fenomena banyaknya anak di bawah umur yang terpapar tayangan video kekerasan, termasuk saat momentum aksi unjuk rasa di sejumlah daerah di Indonesia harus menjadi perhatian serius.

“Beredarnya video kekerasan saya rasa para anak dapat terkontaminasi informasi melalui visual kekerasan, sehingga hal itu dapat membahayakan psikologis anak,” ujarnya pada Mistar, Senin (1/9/2025).

Ia mengatakan, pemerintah khususnya instansi atau kementerian berwenang dapat meminimalisir ataupun memfilter, serta melakukan verifikasi konten kekerasan agar tidak dapat diakses bagi anak di bawah umur.

“Jadi para anak di bawah umur yang memiliki media sosial tidak sembarangan menerima atau melihat video kekerasan, apalagi di tengah situasi kondisi adanya aksi unjuk rasa hari ini dengan berbagai tuntutan di Indonesia,” katanya.

Menurutnya, terkait dengan hal tersebut, masyarakat tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemerintah. Sebab, ia menilai dalam instrumen pemerintahan merupakan bagian dari masyarakat juga.

“Kita harap konten yang tidak senonoh dan mengandung kekerasan sebaiknya di filter agar anak-anak tidak terkontaminasi langsung atau tidak langsung. Jadi tak bisa juga berharap ke pemerintah, peran orang tua hari ini sangat dibutuhkan dalam pengawasan,” ucap Munir.

Politisi PKB tersebut mengatakan, jika anak-anak melihat kekerasan di media sosial dan tidak ada batasan akses, maka mereka hanya menganggap apa yang diterima itu hanya sekadar informasi semata.

“Padahal tidak tak menutup kemungkinan rasa ingin tahu para anak yang tinggi bisa menjadi hal sumber masalah yang tidak diinginkan. Contohnya melakukan kekerasan itu secara langsung,” katanya. (ari/hm20)

REPORTER:

BERITA TERPOPULER

BERITA PILIHAN