Sunday, February 2, 2025
logo-mistar
Union
SIMALUNGUN

Efisiensi APBN dan APBD Ala Prabowo, Pengamat Anggaran: Bukan Hal Baru

journalist-avatar-top
By
Sunday, February 2, 2025 11:11
57
efisiensi_apbn_dan_apbd_ala_prabowo_pengamat_anggaran_bukan_hal_baru

Pengamat Anggaran Sumatera Utara (Sumut), Elfenda Ananda. (f:ist/mistar)

Indocafe

Simalungun, MISTAR.ID

Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025 terkhusus efisiensi kegiatan perjalanan dinas. Presiden Prabowo meminta dipangkas hingga 50 persen untuk seluruh kementerian, lembaga dan juga pemerintah daerah.

Setidaknya ada tujuh efisiensi yang harus dilakukan kementerian, lembaga dan pemerintah daerah terkait instruksi itu dimulai dari pembatasan belanja yang bersifat seremonial, perjalanan dinas, kajian, studi banding, percetakan, publikasi dan seminar.

Pengamat Anggaran Sumatera Utara (Sumut), Elfenda Ananda menilai bahwa kebijakan upaya efisiensi belanja negara maupun belanja daerah bukan hal baru dan sudah pernah dilakukan. Bahkan, kebijakan efisiensi belanja negara maupun belanja daerah ini seringkali kandas karena ada inkonsistensi dari pembuat kebijakan.

"Misalnya pada jaman pemerintahan Jokowi, melarang kegiatan rapat-rapat Kementerian dan Lembaga dan juga Pemda di hotel," ujar Elfenda ketika dimintai tanggapannya, Minggu (2/2/25).

Dengan dilarangnya rapat di hotel, Elfenda pun menilai bahwa kegiatan tersebut berdampak pada melemahnya bisnis hotel. Kebijakan tersebut pun ditolak pengusaha hotel, dimana ASN juga tidak diperkenankan dan perjalan dinas mereka dipangkas dan diganti dengan media elektronik atau zoom.

"Kalaupun melakukan perjalanan dinas adalah sesuatu yang terpaksa karena tidak bisa digantikan. Mendagri berjanji menyediakan ruang konsultasi bagi pemerintah daerah apabila ingin berkonsultasi dalam hal kebijakan tersebut," ujarnya.

Diungkapkan Elfenda lagi, sebenarnya dalam Undang Undang No.17 Tahun 2003 tentang keuangan negara sudah ada prinsip-prinsip yang dianut dalam melakukan belanja negara maupun belanja daerah yakni pengelolaan keuangan negara secara efisien, ekonomis dan efektif.

"Sejak lahirnya undang-undang ini kalangan aktivis dan akademisi telah menyuarakan akan efisiensi belanja negara/daerah. Berkali kali terjadi temuan soal perjalanan dinas oleh BPK RI yang boros dan tidak ekonomis dan juga tidak efektif," ucapnya.

Bahkan juga, temuan BPK di lapangan banyak perjalanan dinas yang tidak efektif dan tidak sesuai dengan beban kerja yang dilakukan. Hal ini seperti perjalanan dinas tiga hari dengan perjalanan dengan biaya besar antar provinsi serta membawa rombongan besar dan pertemuannya hanya satu atau dua jam.

"Sebenarnya dalam Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 sudah lengkap tentang prinsip-prinsip keuangan dan seluruh aturan mengenai keuangan dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara," ujarnya.

Elfenda pun menilai bahwa sebenarnya aturan soal efisiensi sudah cukup jelas dan lugas. Namun, selalu saja ada pihak yang coba mencari celah dengan berbagai alasan. Bahkan seringkali mata anggaran kegiatan yang dibuat baik Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dan pemerintah daerah melanggar aturan tersebut.

"Belanja yang dibuat masing masing K/L maupun pemda tidak memenuhi prinsip yang termuat dalam UU Nomor 17 tentang keuangan negara terutama prinsip efisiensi dan efektifitas. Dengan berbagai dalih pentingnya konsultasi/ koordinasi maupun studi banding melakukan perjalanan dinas dengan rombongan besar," ucapnya.

Padahal, dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini bisa saja sebagian besar perjalanan dinas digantikan dengan zoom meeting. Selain itu, kebutuhan jumlah pegawai harusnya dikaji berdasarkan beban kerja dan sebaran wilayah.

Dan juga selama ini seringkali jumlah pegawai (termasuk honorer) lebih besar jumlahnya ketimbang beban kerja yang ada. Sehingga beban belanja untuk belanja pegawai pun kian menjadi besar dan akan membebani belanja itu sendiri.

"Belanja ATK, dan belanja bahan habis pakai jarang sekali teradministrasi dengan baik, terutama catatan ketersediaan barang yang ada saat penyusunan anggaran. Hal ini berdampak pada sulitnya mengukur kebutuhan yang riil dari belanja tersebut," ungkapnya.

Mengenai dengan kebijakan Presiden saat ini, Elfenda pun menyampaikan banyak sebenarnya mata anggaran yang bisa dihemat apabila pemerintah pusat benar-benar konsisten hendak melakukan penghematan belanja negara maupun belanja daerah.

"Namun, sangatlah sulit kebijakan inpres efisiensi belanja tersebut akan efektif berjalan apabila presiden sendiri dari awal tidak mencerminkan upaya penghematan. Misalnya dengan menambah jumlah menteri, wakil menteri sehingga cabinet gemuk," ucapnya lagi.

Lanjutnya lagi, soal sudah ditetapkannya APBN/APBD menjadi pedoman belanja implementasi RPJM/ RPJMD, RKP/RKPD. Tentunya bisa disesuaikan dan legalitasnya saat perubahan APBN/APBD.

"Hal teknis dalam hal belanja, tentu tidaklah sulit sepanjang uang yang tersedia dalam APBN/ APBD tersedia. Paling menyulitkan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah adalah apabila uangnya tidak tersedia dikarenakan defisit fiskal yang terjadi saat ini," ujarnya.

Maka, pemerintah juga harus memastikan sumber-sumber pendapatan yang ada dapat diperoleh sebesar-besarnya. Kepastian anggaran memastikan belanja yang akan dihemat.

"Untuk itu, kerja keras pemerintah pusat memastikan penerimaan sehingga bisa mendistribusikan belanja daerah sesuai APBN yang telah ditetapkan," pungkasnya. (hamzah/hm25)

journalist-avatar-bottomRedaktur Anita

RELATED ARTICLES