Banjir Melanda Parapat 5 Kali dalam 7 Tahun, Apa Penyebabnya?


Kondisi Kota Wisata Parapat pasca-banjir bandang, Minggu (16/3/2025) (f:indra/mistar).
Simalungun, MISTAR.ID
Banjir bandang yang melanda Kota Parapat, Kabupaten Simalungun, Minggu (16/3/2025), menambah deretan bencana yang terjadi dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir. Mengatasi itu, pemerintah diminta untuk melakukan tindakan nyata.
Delima Silalahi, aktivis lingkungan hidup sekaligus Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat, mencatat bahwa selama tujuh tahun terakhir telah terjadi lima kali banjir bandang.
Pertama, 15 Desember 2018 pukul 22.00 WIB, banjir bandang melanda Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, tepatnya di Jembatan Sidua-Dua.
"Ada satu korban jiwa, bermarga Rumahorho. Puluhan rumah, ladang, dan fasilitas umum rusak. Penyebabnya kala itu disebutkan adalah luapan Sungai Batu Gaga yang bersumber dari Kawasan Hutan Sibatuloting," ujarnya.
Kedua, Minggu, 30 Desember 2018. Lumpur, bebatuan, hingga kayu menerjang Jembatan Kembar Parapat. Banjir bandang ini diduga disebabkan oleh kerusakan di hulu Sungai Batu Gaga.
Ketiga, 11 Juli 2020, material batu dan kayu menghantam bangunan Gereja HKBP Pardomuan, Sualan, sehingga menyebabkan kerusakan pada lima rumah warga dan ladang.
"Saat itu tidak ada korban jiwa, namun banjir tersebut cukup mengagetkan warga," ungkapnya.
Keempat, 13 Mei 2021, banjir bandang melanda Kecamatan Girsang Sipangan, tepatnya di Huta Bangun Dolok dan Sualan. Material kayu, lumpur, dan batu merusak beberapa rumah warga, dengan kerusakan paling parah terjadi di Huta Sualan, tepat di samping Gereja HKBP dan Kelurahan Parapat.
Sumber banjir bandang ini berasal dari kawasan hutan di hulu Aek Sigala-gala dan Sungai Batu Gaga, yang oleh warga setempat dikenal dengan sebutan Harangan Simarbalatung dan Dolok Si Batu Loting.
Kelima, 16 Maret 2025, banjir bandang dikabarkan merusak 11 rumah dan ratusan rumah lainnya terdampak banjir.
"Peristiwa ini seharusnya tidak perlu terjadi berulang jika semua pihak, terutama pemerintah, responsif terhadap peristiwa bencana yang terjadi. Sumber air diduga sama, yaitu luapan Sungai Aek Batugaga," katanya.
Melihat kondisi yang berulang, Delima mendorong masyarakt mendesak pemerintah mengambil tindakan nyata, sehingga persoalan yang berlarut-larut ini tidak terulang.
"Sudah waktunya kita bersuara tegas dan mendesak pemerintah untuk mengambil langkah konkrit dengan mencabut izin-izin usaha di bentang alam Sibatuloting-Sitahoan. Kita merindukan Parapat dan Kawasan Danau Toba yang aman dan nyaman bagi penduduk serta para pengunjung. Jangan sampai peristiwa bencana demi bencana ini membuat wisatawan takut berkunjung ke Danau Toba." ujarnya. (hamzah/hm17)