Thursday, February 27, 2025
home_banner_first
NIAS RAYA

Cerita Penyuluh Agama Kristen yang Berjuang di Wilayah Tertinggal Nias

journalist-avatar-top
By
Rabu, 26 Februari 2025 19.50
cerita_penyuluh_agama_kristen_yang_berjuang_di_wilayah_tertinggal_nias

Salah satu kondisi yang harus dilalui para penyuluh agama kristen di wilayah tertinggal di Nias. (f:ist/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Penyuluh Agama Kristen (PAK) dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Nias harus berjuang keras dalam melaksanakan tugas mereka sehari-hari di kawasan tertinggal.

Para PAK itu, yakni Sudi Agusriang Harefa, Yuli Darmawati Zai, Elianus Zai dan Nistuti M Bate’e, melayani di Desa Lolo’ana’a, Kecamatan Gido, Kabupaten Nias, yang merupakan desa terpencil dengan akses yang sulit.

Sudi Agusriang Harefa, yang diangkat sebagai PAK sejak 2019 dan menjadi PPPK pada 2023, menceritakan bahwa perjalanan menuju Desa Lolo’ana’a bukanlah hal yang mudah.

Dari Kecamatan Gido, jarak menuju desa ini sekitar 6 kilometer, tetapi kondisi jalan sangat memprihatinkan.

“Akses jalan yang bisa dilewati kendaraan baik roda 2 dan roda 4 sekitar 3 kilometer dan selebihnya hanya bisa dilalui dengan jalan kaki,” katanya melalui keterangan tertulis, pada Rabu (26/2/2025).

Untuk mencapai Kantor Desa Lolo’ana’a, lanjut Sudi, mereka harus berjalan kaki sejauh 3 kilometer melewati jalan berbatu, dua aliran sungai dengan jembatan darurat, serta jalan setapak yang sempit dan terjal.

“Kami harus menitipkan kendaraan di rumah warga yang merupakan batas jalan yang bisa dilalui kendaraan,” ucapnya.

Sudi mengatakan meski rumah warga tidak padat, namun jaraknya berjauhan. Dan ia juga menyebutkan, belum ada aliran listrik di desa tersebut.

Meski harus menghadapi berbagai kesulitan, Sudi bersyukur dapat menjalankan tugas.

Baginya, pelayanan di Desa Lolo’ana’a menjadi pengalaman yang berharga dan penuh tantangan demi menyampaikan pembinaan agama kepada masyarakat.

“Melayani di desa ini sungguh banyak suka duka yang dijalani mengingat perjalanan yang harus ditempuh. Dan akan menjadi motivasi dalam berinovasi untuk bisa berkolaborasi dengan masyarakat,” tuturnya.

Senada dengan itu, Yuli Darmawati Zai, yang juga ikut dalam kegiatan penyuluhan, menekankan pentingnya kesetiaan dalam menjalankan tugas meskipun harus melewati gunung, lembah, dan sungai dengan berjalan kaki.

Sementara itu, Elianus Zai menambahkan bahwa kondisi jalan menjadi tantangan besar, terutama saat musim hujan. Namun hal itu tak lantas menjadi penghalang baginya.

“Sebab penyuluh agama Kristen memiliki peran penting di tengah-tengah masyarakat untuk membantu mengarahkan, membimbing dan memberi penerangan melalui bahasa agama,” katanya.

Hal serupa disampaikan Nistuti M. Bate’e, yang menyebut bahwa pelayanan penyuluhan ini adalah bentuk dedikasi kepada masyarakat.

“Kami telah membuat jadwal rutin penyuluhan untuk setiap kelompok binaan agar kegiatan dapat berjalan dengan baik,” ungkapnya.

Nistuti berharap agar pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun pusat, dapat memberikan perhatian lebih terhadap pembangunan infrastruktur di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), terutama di Desa Lolo’ana’a. (susan/hm27)

RELATED ARTICLES