Saturday, April 26, 2025
home_banner_first
KESEHATAN

Heboh Data Genomik Pasien Dijual ke Luar Negeri

journalist-avatar-top
Jumat, 23 Juni 2023 10.29
heboh_data_genomik_pasien_dijual_ke_luar_negeri

heboh data genomik pasien dijual ke luar negeri

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Keamanan privasi pasien di Indonesia menjadi perhatian belakangan ini karena data genomik pasien diduga ‘dijual’ ke negara asing. Direktur Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan, Lucia Rizka Andalusia menjelaskan bahwa pemanfaatan data genomik melalui teknologi terbaru mirip dengan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) yang telah dilakukan selama pandemi.

WGS digunakan untuk melihat varian Covid-19 atau jenis virus spesifik yang menyerang manusia. Lucia Rizka Andalusia menjelaskan bahwa teknologi ini merupakan yang terbaru dalam membaca informasi genetik manusia.

“Teknologi diharapkan dapat menentukan jenis penyakit apa yang dialami seseorang. Di mana lokasi penyakitnya dan siapa yang menderita. Dengan demikian, diagnosis dan pengobatan dapat dilakukan lebih cepat dan akurat,” kata Lucia Rizka.

Baca juga: Astaga! Data 400 Juta Pengguna Twitter Dijual Hacker Rp3,1 Miliar

Untuk menjaga keamanan data, setiap proses sequencing dilakukan di Indonesia dan tidak ada sampel yang dikirim ke luar negeri. Hal yang sama berlaku untuk pemeriksaan hasil sequencing.

“Analisis data dilakukan di Indonesia, dan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam penyimpanan data,” lanjutnya.

Teknologi ini dikenal dengan sebutan Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi) dan dapat diakses di sembilan rumah sakit di Indonesia. Setiap rumah sakit memiliki mesin sequencing yang dapat memproses ratusan sampel setiap minggu.

Baca juga: Alat Rontgen RSUD Sidikalang Rusak, Pemeriksaan Pasien Terganggu

Beberapa rumah sakit tersebut terkait dengan penyakit-penyakit tertentu, seperti diabetes, kanker, stroke, tuberkulosis, wellness dan kecantikan, penyakit genetik/penyakit langka, penyakit jantung, serta kesehatan ibu dan anak.

Salah satu kelebihan teknologi ini terlihat dalam kasus tuberkulosis. Di Indonesia, pada tahun 2022, terdapat sekitar 824 ribu orang yang menderita TBC, dengan sekitar 93 ribu orang meninggal setiap tahun. Kasus TBC yang resisten terhadap obat juga mengalami peningkatan.

Kuman TBC yang ada di Indonesia mulai menjadi resisten terhadap antibiotik yang tersedia, sehingga dokter perlu mengetahui obat yang paling cocok dan kombinasi obat yang tepat untuk pasien tersebut.

Baca juga: Okupasi HGU 94 Lau Barus Baru Rampung, Pemberian Tali Asih Ditutup

Namun, untuk mengidentifikasi resistensi obat, kuman TBC harus dibiakkan di laboratorium. Di Indonesia, jumlah laboratorium yang mampu melakukan hal tersebut sangat terbatas. Hanya ada 12 laboratorium yang memiliki kemampuan tersebut.

Keterbatasan laboratorium ini menyebabkan waktu yang lebih lama dalam pengobatan pasien. Dalam hal ini, keberadaan WGS dapat mengurangi waktu tersebut secara signifikan sehingga pengobatan dapat segera diberikan. (mtr/hm20)

REPORTER: