China Aktifkan Mekanisme Darurat Usai Serangan Bom di Myanmar
China Aktifkan Mekanisme Darurat Usai Serangan Bom Di Myanmar
Beijing, MISTAR.ID
Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal China di Myanmar mengaktifkan mekanisme tanggap darurat setelah terjadi serangan bom yang merusak sebagian gedung konsulat di Mandalay, Jumat (18/10/24).
Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut, tetapi China menyatakan keterkejutannya dan mengutuk keras serangan tersebut.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (21/10/24) menegaskan, “China sangat terkejut dan mengutuk keras serangan ini. Kami segera mengaktifkan mekanisme tanggap darurat untuk menangani situasi tersebut.”
Lin Jian menambahkan bahwa pihaknya telah mengajukan protes serius kepada Myanmar dan meminta pemerintah Myanmar untuk segera mengusut tuntas pelaku.
“Kami mendesak Myanmar melakukan investigasi mendalam dan membawa pelaku ke pengadilan,” katanya sperti dikutip dari Antara.
Baca juga: Israel Bongkar Jaringan Mata-Mata Anak di Bawah Umur Bekerja Untuk Iran
China juga meminta peningkatan keamanan untuk seluruh kedutaan besar, konsulat, lembaga, proyek, dan warganya di Myanmar agar insiden serupa tidak terulang
Junta militer Myanmar, dalam pernyataan resminya, menyatakan bahwa “teroris” bertanggung jawab atas ledakan tersebut dan bahwa penyelidikan telah diluncurkan bersama dengan pejabat konsulat China.
Atap gedung konsulat dua lantai itu mengalami kerusakan akibat serangan tersebut. Hingga kini, belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Konsulat China di Mandalay sebelumnya telah mengeluarkan peringatan keamanan kepada warga negaranya. “Kami meminta seluruh warga China di Myanmar untuk memperhatikan situasi keamanan setempat dan meningkatkan kewaspadaan guna menjaga keselamatan mereka,” ujar Lin Jian.
Baca juga: 6 Pekerja Migran dan Seorang Dokter Tertembak Mati di India
Ketegangan di Myanmar semakin meningkat sejak militer merebut kekuasaan melalui kudeta pada Februari 2021. Situasi keamanan yang memburuk telah memicu konflik bersenjata antara junta dan kelompok oposisi di berbagai wilayah, terutama di bagian utara negara itu, dekat perbatasan China.
Sejak Oktober 2023, pertempuran antara militer Myanmar dan kelompok etnis bersenjata semakin meluas, memaksa junta bertahan di wilayah timur laut yang strategis.
China, yang memiliki kepentingan ekonomi besar di Myanmar, telah beberapa kali berupaya menjadi mediator konflik, termasuk mempertemukan junta militer dengan kelompok etnis seperti Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang (TNLA) dan Tentara Arakan (AA).
Sejak kudeta 2021, Myanmar telah mengalami lebih dari 2.470 serangan udara dan lebih dari 1.300 orang dilaporkan tewas. Konflik berkepanjangan ini juga memaksa lebih dari 2,8 juta orang mengungsi, dengan sedikitnya 18 juta warga membutuhkan bantuan kemanusiaan, menurut laporan PBB. (ant/hm25)