Pemprov Sumut Bentuk Gugus Tugas TPPO, LBH Medan: Polisi Harus Serius


Wakil Direktur LBH Medan, Muhammad Alinafiah Matondang. (f:deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) baru-baru ini membentuk gugus tugas pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pembentukan gugus tugas ini menuai sorotan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan.
Wakil Direktur LBH Medan, Muhammad Alinafiah Matondang, meminta aparat kepolisian untuk lebih serius dalam melakukan pencegahan dan pengawasan setelah gugus tugas ini dibentuk.
"Kita harus menuntut Kapolda Sumut agar lebih serius melakukan tindakan tegas kepada personel-personel yang apabila terbukti melakukan pembackingan atau mungkin menjadi pelaku dalam kasus TPPO ini," ucapnya saat dihubungi Mistar melalui sambungan seluler, Rabu (16/4/2025).
Ali mengatakan bahwa LBH Medan tidak mengapresiasi pembentukan gugus tugas tersebut. Sebab, kata dia, sudah menjadi tanggung jawab pemerintah dalam mencegah masyarakat dari TPPO.
"LBH Medan tidak mengapresiasi, tetapi ini memang harus dilakukan. Kenapa? Karena ini merupakan sebuah tanggung jawab dan kewajiban dari pemerintah itu sendiri. dalam menanggulangi maraknya TPPO," katanya.
Alumnus Magister Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) itu pun meminta gugus tugas itu dibentuk bukan hanya sebatas penanggulangan TPPO yang sudah terjadi.
"Namun juga mencegah, menekan, atau meminimalisasi terjadi TPPO khususnya di Sumut. Ini jadi persoalan yang sampai saat ini menurut LBH Medan tidak diselesaikan atau kurang maksimalnya penyelesaian dari Pemprov Sumut," ujar Ali.
LBH Medan menghimpun, sejak awal tahun 2025 hingga sekarang setidaknya sudah ada tiga orang yang mengadukan keluarganya menjadi korban TPPO.
"Kalau data yang lengkapnya LBH Medan enggak punya. Tapi, setidak-tidaknya ada tiga masyarakat yang mengadu dan berkonsultasi ke LBH Medan terkait keluarganya menjadi korban TPPO di tahun 2025 ini. Kalau kami klasifikasi, korban TPPO dengan modus kerja keluar negeri," ucap Ali.
Dijelaskan Ali, salah satu modus operandi (MO) TPPO ini, yaitu iming-iming kerja di Kamboja. Hal itu berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh tim LBH Medan.
"Karena banyak aduan-aduan yang juga sesungguhnya diterima oleh LBH Medan dengan MO-nya iming-iming melalui media sosial, bekerja dengan gaji besar di luar negeri, ternyata mereka di sana dibohongi dan bekerja sebagai operator judi online, dan lain-lain," tuturnya.
Maraknya TPPO di Sumut, kata Ali, sebagai bukti bahwa pemerintah gagal memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Menurutnya, masyarakat tak akan tergiur dengan iming-iming pekerjaan dengan gaji besar di luar negeri apabila di daerahnya sendiri pekerjaannya terjamin.
"Tentu LBH Medan punya koreksi terhadap Pemprov Sumut. Dengan maraknya masyarakat yang ingin mengadu nasib di Kamboja dan sebagainya, ini membuktikan kalau Pemprov Sumut sendiri gagal dalam menciptakan kesejahteraan bagi rakyat atau masyarakat di Sumut. Itu yang menjadi titik beratnya," ucapnya.
Berdasarkan analisis LBH Medan, lanjut Ali, daerah di Sumut yang rentan terjadi TPPO itu ialah daerah-daerah yang menjadi lumbung kemiskinan.
"Daerah yang masyarakatnya berpendidikan rendah. Nah, golongan-golongan masyarakat miskin dan buta hukum inilah masyarakat yang sangat rentan menjadi korban TPPO," katanya.
Menurut LBH Medan, adapun lokasi-lokasi yang rawan menjadi jalur perlintasan dari aksi TPPO ini salah satunya ialah melalui pelabuhan-pelabuhan yang tidak resmi.
"Itu sebenarnya akan lebih gampang diendus oleh kepolisian. Tapi, kalau itu masih marak terjadi, maka jalur-jalur yang biasanya itu ada pelabuhan-pelabuhan kecil, itu sangat rentan dijadikan tempat transit. Namun di mana pun dia, apa pun modusnya, sepanjang itu masih marak terjadi misalnya, berarti polisi ini tidak maksimal dalam melakukan pengawasan wilayah hukumnya," kata Ali. (deddy/hm25)
PREVIOUS ARTICLE
Polisi Bekuk Dua Pelaku Curat yang Beraksi di Rantau Utara