Pelecehan Anak-KDRT di Toba Masih Tinggi, Ekonomi Lemah jadi Pemicu Utama


Kanit PPA Satreskrim Polres Toba, Brigpol Oca Simanjuntak. (f: nimrot/mistar)
Toba, MISTAR.ID
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Toba mencatat, kasus kekerasan seksual terhadap anak dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kabupaten Toba masih tergolong tinggi sepanjang 2024 hingga awal 2025. Faktor ekonomi yang lemah disebut menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya kasus tersebut.
Kanit PPA Satreskrim Polres Toba, Brigpol Oca Simanjuntak, menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2024 pihaknya menangani 22 kasus persetubuhan atau pencabulan terhadap anak di bawah umur.
“Dari 22 kasus tersebut, 20 sudah kami limpahkan ke Kejaksaan Negeri Toba beserta barang bukti dan tersangkanya. Dua kasus lainnya masih dalam proses penyidikan karena pelakunya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO),” ujar Oca saat ditemui, Senin (20/4/2025).
Sementara itu, untuk kasus KDRT pada tahun 2024 tercatat sebanyak 23 kasus. Dari jumlah tersebut, 3 kasus telah dilimpahkan ke kejaksaan, sementara 19 kasus diselesaikan melalui restorative justice karena masih dalam lingkup rumah tangga.
“Restorative justice dilakukan melalui proses mediasi antara korban dan pelaku, dan kasus-kasus tersebut telah dihentikan (SP3),” katanya.
Memasuki tahun 2025, dalam periode Januari hingga Maret, Unit PPA telah menangani 3 kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur, di mana seluruh tersangka sudah diamankan dan ditahan di Polres Toba. Ketiganya segera akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Toba.
Sedangkan untuk kasus KDRT, hingga Maret 2025 sudah terdapat 6 laporan. Satu kasus telah P21 dan dilimpahkan ke kejaksaan, sementara tiga kasus masih dalam proses penyidikan. Dua kasus lainnya telah diselesaikan secara damai melalui pendekatan restorative justice.
Dari hasil penyidikan, faktor kondisi ekonomi yang lemah menjadi penyebab dominan terjadinya tindak pidana pencabulan dan KDRT di wilayah Toba.
“Pelaku melakukan pelampiasan hasrat karena tidak memiliki uang untuk bersenang-senang di luar, lalu menjadikan anak tetangga atau orang terdekat sebagai korban. Banyak di antara pelaku juga dalam keadaan mabuk akibat alkohol,” ucap Oca.
Sedangkan untuk KDRT, sebagian besar dipicu oleh perselisihan rumah tangga akibat himpitan ekonomi. Pertengkaran antara suami istri sering kali berujung pada tindakan kekerasan fisik terhadap pasangan maupun anak-anak.
“Buntut dari pertengkaran karena masalah ekonomi, suami memukul istri, atau anak turut menjadi korban,” tuturnya. (nimrot/hm24)
PREVIOUS ARTICLE
Kos-kosan di Sei Kapuas Kembali Disatroni Pencuri, Pelaku Kabur